Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah dalam transaksi antarbank di Jakarta pada Jumat pagi turun delapan poin menjadi Rp13.400 per dolar AS.

"Pelemahan surat utang negara (SUN) ditambah oleh ekspektasi pelebaran defisit RAPBNP yang mendekati tiga persen menjadi salah satu faktor yang menekan mata uang rupiah," kata ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta.

Ia mengemukakan pemerintah memproyeksikan defisit anggaran dalam RAPBNP 2017 sebesar 2,92 persen, lebih tinggi dari yang tercantum dalam APBN 2017 sebesar 2,41 persen terhadap PDB.

Di sisi lain, lanjut dia, data cadangan devisa Indonesia yang diperkirakan sedikit menurun menyusul surplus dagang yang menipis serta aliran dana asing masuk yang tidak sekuat sebelumnya turut mempengaruhi pergerakan rupiah.

Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa Indonesia akhir Mei 2017 tercatat 124,95 miliar dolar AS.

Sementara surplus neraca perdagangan Mei 2017 tercatat 0,47 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan dengan surplus April 2017 sebesar 1,33 miliar dolar AS.

Analis Riset Monex Investindo Futures Putu Agus Pransuamitra menambahkan pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh sentimen eksternal, salah satunya harga minyak yang kembali mengalami tekanan.

Harga minyak jenis WTI Crude melemah 1,23 persen menjadi 44,96 dolar AS per barel, dan Brent Crude turun 1,16 persen menjadi 47,55 dolar AS per barel pagi ini.

Selain itu, dia menjelaskan, rilis notulensi rapat kebijakan moneter Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), yang menunjukkan kecemasan jika mempertahankan kebijakan moneter longgar terlalu lama, dapat mengancam stabilitas keuangan di Amerika Serikat dan bisa turut menjadi penekan rupiah.

"Rilis tersebut menjadi indikasi bank sentral AS masih akan menaikkan suku bunga di tahun ini," katanya.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017