Jakarta (ANTARA News) - Langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir Telegram dinilai sebagai langkah kemunduran teknologi oleh Anthony Leong, pengusaha yang bergerak di bidang digital.

"Gagal paham jika langsung diblokir, ini kemunduran teknologi di tengah kemajuan zaman. Jika memang ada keluhan soal konten bisa langsung disurati ke Telegram, tapi nyatanya sampai sekarang menurut CEO Telegram belum menerima permintaan resmi dari Indonesia," kata Anthony dalam keterangan pers.

Pengusaha muda itu menyebut banyak kerugian yang dialami masyarakat jika telegram dan aplikasi media sosial ditutup dari segi pertumbuhan ekonomi.

"Bagaimana kita bisa terus berkembang dalam ekonomi jika media sosial nantinya ditutup. Ini telegram ditutup saja berapa banyak UMKM yang merugi, berapa banyak pedagang online yang omsetnya turun signifikan. Ini harus jadi konsen pemerintah," kata CEO Menara Digital itu.

Anthony menyebut ancaman Kemenkominfo dalam menutup media sosial asing jika tidak membuka kantor di Indonesia merupakan ancaman yang kurang relevan.

"Sekarang kita di zaman serba digital, perusahaan media sosial itu platformnya yang dijual. Sama seperti Uber, apa dia harus sediakan taksi, Airbnb juga tidak perlu miliki hotel sendiri untuk penyewaan. Ini hanya soal teknis. Cukup koordinasi dengan PIC yang ditunjuk untuk wilayah-wilayah tertentu," tuturnya.

Pemerintah Indonesia terhitung mulai Jumat (14/07) resmi memblokir layanan percakapan instan Telegram dengan alasan Telegram "dapat membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme", langkah yang diprotes pengguna internet.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pada Jumat, 14 Juli 2017, telah meminta Internet Service Provider (ISP) untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap sebelas Domain Name System (DNS) milik Telegram. "Pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia," demikian siaran pers Kementerian Kominfo, Jumat.

Pavel Durov, CEO Telegram, melalui cuitan mengungkapkan keheranannya mengapa layanan mereka diblokir di Indonesia.

“Aneh, kami tidak pernah mendapatkan permintaan/protes dari pemerintah Indonesia. Kami akan selidiki dan membuat pengumuman,” kata @durov membalas cuitan seorang warga net.

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017