Semua yang berada di tingkat tinggi negara telah dipecat, tetapi masih ada orang-orang yang bersembunyi."
Ankara (ANTARA News) - Turki pada Senin (17/7) memperpanjang status pemerintahan dalam keadaan darurat selama tiga bulan lagi, hampir setahun setelah diberlakukan setelah kudeta militer yang gagal pada Juli 2016.

Pemerintah meminta parlemen memperpanjangnya untuk ke empat kali dan proposal tersebut disetujui oleh majelis. Partai AK yang dipimpin Presiden Tayyip Erdogan memiliki suara mayoritas di parlemen.

Perpanjangan status pemerintahan darurat itu berlangsung setelah acara-acara pada akhir pekan yang diselenggaraan untuk menandai kudeta gagal yang menewaskan sekitar 250 orang, sebagian besar warga sipil yang tak bersenjata.

Sejak keadaan darurat diberlakukan pada 20 Juli 2016, lebih 50.000 orang telah ditangkap dan 150.000 dipecat dalam operasi penumpasan. Para penentang Erdogan menyatakan operasi itu telah mendorong Turki ke arah pemerintahan yang otoriter, demikian laporan kantor berita Reuters.

Pemerintah menegaskan bahwa tindakan tersebut diperlukan untuk menghadapi tantangan keamanan yang dihadapi Turki dan mengikis hingga ke akar-akarnya para pendukung Fethullah Gulen, ulama yang berkedudukan di Amerika Serikat (AS) yang dikatakan berada di balik usaha kudeta itu. Gulen telah membantah keterlibatannya.

Berbicara di parlemen, Deputi Perdana Menteri Nurettin Canikli mengatakan keadaan darurat telah membantu menciptakan lingkungan hukum yang perlu untuk membersihkan jejaring Gulen.

"Semua yang berada di tingkat tinggi negara telah dipecat, tetapi masih ada orang-orang yang bersembunyi," kata Canikli.

Dalam serangkaian acara yang diikuti masyarakat untuk mengenang mereka yang meninggal dalam usaha kudeta gagal itu dan merayakan mereka yang berhasil menggagalkannya, Erdogan meningkatkan kutukannya terhadap Uni Eropa (UE), dan mengatakan ia akan mengembalikan hukuman mati jika parlemen menyetujuinya.

Hubungan Turki dengan Barat terganggu ketika pemerintah-pemerintah Eropa menyuarakan berbagai kecaman atas operasi pembersihan politik itu. Sebanyak 7.000 personel polisi, pegawai negeri dan akademisi lagi dipecat pekan lalu, demikian keputusan yang dipublikasikan pada Jumat lalu (14/7).

(Baca: Turki tahan 115 lebih dalam penindakan terkait kudeta)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017