Jakarta (ANTARA News) - Anggota Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan hak angket yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cacat prosedur.

"Kami memandang bahwa proses disetujuinya atau berjalannya hak angket itu cacat prosedur," ujar Muhammad ketika mendaftarkan uji materi UU MD3 terkait hak angket terhadap KPK di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis.

Muhammad menjelaskan, berdasarkan Pasal 199 ayat 3 UU MD3, persetujuan hak angket harus dihadiri minimal setengah dari anggota DPR.

"Anggota DPR ada 280, setengahnya berarti 140 supaya memenuhi kuorum dan harus disetujui oleh setengah peserta yang hadir," kata Muhammad. Namun kenyataannya, syarat itu tidak terpenuhi dalam proses persetujuan hak angket.

YLBHI bersama dengan Busyro Muqoddas, Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) mendaftarkan permohonan uji materi terhadap Pasal 78 ayat (3) dan Pasal 199 ayat (3) UU MD3 di MK.

"Kami mendaftarkan kepada MK tentang UU MD3, kami minta MK tafsirkan Pasal 79 ayat (3) dan Pasal 199 ayat (3) tentang kewenangan DPR melakukan hak angket terhadap KPK," ujar Muhammad.

Para pemohon meminta MK untuk memberikan tafsir konstitusional bahwa DPR tidak bisa melakukan hak angket kepada KPK karena menurut putusan MK tahun 2006 KPK adalah lembaga yudikatif yang tidak bisa diberi hak angket oleh DPR untuk diselidiki.

"Menurut tafsir yang ada seharusnya KPK itu lembaga independen yang tidak bisa diawasi oleh lembaga mana pun," kata Muhammad.


Pewarta: Maria Rosari
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017