Berlin (ANTARA News) - Turki memberi otoritas Jerman daftar lebih dari 680 perusahaan Jerman yang diduga mendukung terorisme, kata seorang sumber keamanan Jerman pada Jumat, sepuluh kali jumlah yang awalnya dilaporkan oleh media Jerman.

Surat kabar Die Zeit melaporkan pada Rabu bahwa daftarnya termasuk perusahaan Jerman besar seperti Daimler dan BASF AG.

Namun, Wakil Perdana Menteri Turki, Mehmet Simsek mengatakan di Twitter pada Kamis bahwa laporan tersebut "benar-benar salah".

Sebelumnya, Jerman telah memanggil duta besar Turki untuk memprotes penangkapan Ankara terhadap enam pegiat hak asasi manusia termasuk seorang warga negara Jerman, kata seorang jurubicara kementerian luar negeri.

Juru bicara Martin Schaefer menambahkan dalam sebuah konferensi pers rutin pemerintah bahwa Menteri Luar Negeri Sigmar Gabriel telah mempersingkat liburan musim panasnya dan kembali ke Berlin untuk konsultasi pemerintah.

Schaefer mengatakan "tidak masuk akal" bahwa Turki telah memperpanjang penahanan salah satu pegiat yang ditahan karena dicurigai terlibat organisasi teroris.

Sebelumnya, Pengadilan Turki telah memperpanjang penahanan direktur lokal Amnesty International dan lima pegiat hak asasi manusia lainnya.

Idil Eser, direktur Amnesty setempat, adalah satu dari 10 pegiat termasuk seorang warga Jerman dan Swedia yang ditahan pada 5 Juli saat menghadiri sebuah lokakarya keamanan digital dan manajemen informasi di sebuah hotel dekat Istanbul.

Jaksa penuntut umum Turki telah meminta pengadilan untuk memperpanjang penahanan mereka semua selama menunggu sidang dugaan keanggotaan sebuah organisasi teroris. Pengadilan memerintahkan empat dari pegiat tersebut untuk dibebaskan. Ke-10 pegiat tersebut ditahan dalam sebuah tindakan keras yang sedang berlangsung menyusul usaha kudeta yang gagal pada Juli yang lalu di Turki.

Sementara itu, pada Senin (17/7) Turki memperpanjang pemerintahan dalam keadaan darurat selama tiga bulan lagi, hampir setahun setelah diberlakukan setelah kudeta militer yang gagal pada Juli lalu.

Pemerintah meminta parlemen memperpanjangnya untuk ke empat kali dan proposal tersebut disetujui oleh majelis. Partai AK yang dipimpin Presiden Tayyip Erdogan memiliki suara mayoritas di parlemen.

Perpanjangan pemerintahan darurat itu berlangsung setelah acara-acara pada akhir pekan yang diselenggaraan untuk menandai kudeta gagal yang menewaskan sekitar 250 orang, sebagian besar warga sipil yang tak bersenjata.

Sejak keadaan darurat diberlakukan pada 20 Juli tahun lalu, lebih 50.000 orang telah ditangkap dan 150.000 dipecat dalam operasi penumpasan. Para penentang Erdogan menyatakan operasi itu telah mendorong Turki ke arah pemerintahan yang otoriter.

Pemerintah menegaskan bahwa tindakan tersebut diperlukan untuk menghadapi tantangan keamanan yang dihadapi Turki dan mengikis hingga ke akar-akarnya para pendukung Fethullah Gulen, ulama yang berkedudukan di Amerika Serikat yang dikatakan berada di balik usaha kudeta itu. Gulen telah membantah keterlibatannya, demikian Reuters melaporkan.


(Uu.SYS/G003)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017