Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan persiapan pemerintah menuju pelaksanaan pertukaran data keuangan secara otomatis untuk kepentingan perpajakan dengan yuridiksi lain (AEOI) mulai 2018 terus dilakukan dalam berbagai tahapan.

"Kita akan terus mengevaluasi kesiapan kita dalam menjalankan AEOI," kata Sri Mulyani seusai mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin malam tadi.

Tahapan awal persiapan adalah dengan mengevaluasi peraturan perundangan keamanan dan kerahasiaan data terutama kewenangan terhadap akses data keuangan milik wajib pajak.

"Dari sisi protokol mengenai siapa yang boleh mengakses dan terutama meyakinkan mereka yang sudah memiliki akses untuk mempunyai integritas dalam mengelola data tersebut untuk kepentingan perpajakan," kata Sri.

Tahap berikutnya adalah membenahi sistem teknologi informasi untuk akses data keuangan agar sesuai dengan standar pelaporan dan keamanan yang telah ditetapkan Organisasi Untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

"Kita menggunakan kesempatan ini untuk berbenah dari sisi TI kita, mulai dari perangkat keras, perangkat lunak, sampai aturan SOP, proses bisnis maupun siapa-siapa yang memiliki akses," ujar Sri.

Tahap selanjutnya adalah sosialisasi internal agar pegawai pajak tidak menyalahgunakan Perppu Nomor 1 Tahun 2017, yang akan disetujui menjadi undang-undang ini sehingga bisa merusak kepercayaan terhadap otoritas pajak.

"Sosialisasi internal dulu sangat penting. Namun, pada saat yang sama, sosialisasi eksternal juga bisa dilakukan. Targetnya sangat spesifik yaitu lembaga jasa keuangan, karena bukan nasabah yang harus melakukan AEOI, tapi institusi-institusinya," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia.

Komisi XI DPR RI dalam rapat kerja Senin malam tadi menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan untuk dibawa dalam Rapat Paripurna dan disepakati menjadi Undang-Undang.

Sembilan fraksi menyetujui penetapan regulasi ini menjadi Undang-Undang dengan sejumlah catatan, sedangkan satu fraksi, Partai Gerindra, tidak menyatakan persetujuan secara eksplisit.

Regulasi ini dibutuhkan karena apabila peraturan hukum ini tidak terbit, Indonesia bisa dinyatakan sebagai negara gagal memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis, yang akan mengakibatkan kerugian signifikan, antara lain menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai negara G20, menurunnya kepercayaan investor, dan berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional serta menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017