Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta agar rantai distribusi beras dapat dipangkas sehingga efisiensi harga dapat dicapai.

"Solusi dari kami ya itu, rantai distribusi yang panjang itu diperpendek, entah dialihkan kepada produsen atau pembeli akhir, maka akan sama-sama dapat keuntungan," kata Ketua KPPU Syarkawi Rauf di Kantor KPPU, Jakarta Pusat, Selasa.

Ia menyebutkan rantai distribusi masih panjang dari hulu menuju hilir. Urutannya adalah dari mulai petani kepada pengepul menuju ke penggilingan, dijual lagi ke pedagang besar, dari situ menuju ke agen retailer barulah sampai ke konsumen akhir." Apabila setiap rantai memiliki margin, maka hingga sampai ke end user margin tersebut akan semakin besar, itulah yang membuat harga menjadi mahal," jelasnya.

Margin atau perbedaan harga di tengah rantai distribusi mencapai Rp3.500. Sebab dari harga petani menurutnya rata-rata di kisaran Rp7.000 dan sampai kepada konsumen akhir adalah Rp10.500. Jika hal tersebut dipangkas maka harga kepada konsumen beras per kg bisa mencapai Rp9.500 dipotong dengan biaya produksi.

"Tentu ini tidak bisa dalam jangka waktu yang pendek, tapi setidaknya harus dimulai," katanya. Terkait dengan temuan dugaan monopoli dari PT Indo Beras Unggul (PT IBU), Syarkawi belum bisa berkomentar banyak sebab masih menunggu hasil penyelidikan dari pihak kepolisian.

Sebelumnya, Jajaran penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menggerebek gudang beras PT Indo Beras Unggul (PT IBU) di Jalan Rengas Km 60 Karangsambung, Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat pada Kamis (20/7) malam.

"Berdasarkan hasil penyidikan diperoleh fakta bahwa perusahaan ini membeli gabah di tingkat petani dengan harga Rp4.900," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya.

Menurutnya, tindakan pihak PT IBU yang menetapkan harga pembelian gabah di tingkat petani yang jauh di atas harga pemerintah dapat berakibat pelaku usaha lain tidak bisa bersaing.

"Ini berdampak pada kerugian pelaku usaha lain," katanya.

Selain itu PT IBU akan memperoleh mayoritas gabah dibandingkan dengan pelaku usaha lain karena petani akan lebih memilih menjual gabahnya ke PT IBU.

"Tindakan yang dilakukan oleh PT IBU dapat dikategorikan sebagai perbuatan curang karena merugikan pelaku usaha lain," katanya.

Agung mengatakan, gabah yang diperoleh PT IBU kemudian diproses menjadi beras dan dikemas dengan merek MAKNYUSS dan CAP AYAM JAGO untuk dipasarkan di pasar modern dengan harga Rp13.700 per kg dan Rp20.400 per kg.

"Harga penjualan beras produk PT IBU di tingkat konsumen juga jauh di atas harga yang ditetapkan pemerintah yaitu sebesar Rp9.500 per kg," katanya.

Ia menuturkan, para pelaku usaha pangan harus mengikuti harga acuan bahan pangan yang diatur pemerintah yakni Permendag 47 tahun 2017 yang ditetapkan tanggal 18 Juli 2017 yang merupakan Revisi Permendag 27 tahun 2017.

Sementara pihaknya menduga mutu dan komposisi beras MAKNYUSS dan CAP AYAM JAGO yang diproduksi PT IBU tidak sesuai dengan apa yang tercantum pada label.

Pewarta: Afut Syafril
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017