Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan terkait penerbitan dan transaksi Surat Berharga Komersial/SBK (Commercial Papper/CP) di pasar uang, di mana syarat nilai minimal dari setiap penerbitan instrumen tersebut adalah Rp10 miliar atau satu juta dolar AS.

Kepala Departemen Pegembangan Pendalaman Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah di Jakarta, Selasa, mengatakan Bank Sentral ingin menjaga kualitas penerbitan dan transaksi SBK.

BI juga mengatur beberapa syarat ketat untuk korporasi nonbank penerbit SBK, baik yang tercatat sebagai emiten saham pada Bursa Efek Indonesia, maupun bukan emiten.

"Kita perlu menjaga hanya penerbit yang peringkatnya bagus, dan harus terdapat keterbukaan informasi yang memadai untuk investor," kata Nanang.

Nanang mengatakan besaran minimal penerbitan SBK sebesar Rp10 miliar karena pasar transaksi SBK ditujukan untuk pendanaan bersifat "wholesale" atau dalam jumlah menengah ke level besar. Investor yang berminat terhadap SBK juga diperkirakan pemain lama yang sudah berpengalaman dan mampu menilai kredibilitas penerbit.

"Ini memang untuk investor yang profesional yang sudah memiliki pengetahuan sangat baik menilai penerbit," ujarnya.

Dia meyakini minat korporasi non-bank untuk menerbitkan SBK akan meningkat tahun ini.

"Sejauh ini sudah banyak yang menyatakan minat," ujar Nanang.

Sedangkan untuk transaksi SBK, adalah pembelian oleh investor paling sedikit Rp500 juta, atau 50 ribu.

Ketentuan penerbitan dan transaksi SBK ini untuk mengakomodir kebutuhan pembiayaan korporasi dari pasar uang. Menurut data yang pernah diungkapkan Gubernur BI Agus Martowardojo sebelumnya, realisasi pembiayaan di luar sumber perbankan selama Januari-Juni 2017 sudah mencapai Rp141 triliun.

Ketentuan SBK dari Bank Sentral ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 19/9/PBI/2017 tentang Penerbitan dan Transaksi Surat Berharga Komersial di Pasar Uang. SBK memang hanya bisa diterbitkan korporasi non-bank, dan dapat dibeli oleh perbankan, asuransi, maupun investor lainnya.

Dalam PBI tersebut, Bank Sentral mengatur beberapa syarat korporasi yang dapat menerbitkan SBK. Misalnya, syarat untuk penerbit harus korporasi emiten saham pada Bursa Efek Indonesia, atau pernah menerbitkan obligasi atau sukuk yang dicatat di BEI dalam lima tahun terakhir.

Jika tidak tercatat sebagai emiten atau perusahaan publik, korporasi penerbit harus beroperasi paling singkat tiga tahun atau kurang dari tiga tahun sepanjang memiliki penjaminan atau penanggungan. Kemudian, memiliki ekuitas paling sedikit Rp50 miliar dan menghasilkan laba bersih untuk satu tahun terakhir.

BI juga mengatur kriteria SBK yang dapat diterbitkan, kewajiban penerbit SBK untuk mendaftarkan rencana penerbitan SBK ke BI, prinsip-prinsip keterbukaan informasi mengenai korporasi penerbit, prinsip-prinsip dalam penawaran SBK dan prinsip-prinsip dalam penerbitan dan penatausahaan SBK.

Meskipun demikian, PBI ini mulai berlaku per 4 September 2017. Peraturan selanjutnya mengenai pendaftaran SBK akan diberlakukan pada tanggal 2 Januari 2018. Adanya tenggang waktu pemberlakuan aturan-aturan tersebut agar bank, perusahaan efek dan lembaga atau profesi pendukung lainnya dapat mengurus permohonan pendaftaran sebagai lembaga pendukung di pasar SBK kepada Bank Indonesia.

(T.I029/S027)

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017