Banjarmasin (ANTARA News) - Akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjaramsin, Kalimantan Selatan, Prof Dr Ahmad Alim Bachri, menilai kelangkaan komuditas garam di pasaran hingga mengakibatkan harganya melonjak cukup tinggi di berbagai daerah, termasuk Kalsel, merupakan sebuah fenomena ganjil di negara maritim.

Sebab, ungkap Wakil Rektor ULM Banjarmasin itu, Indonesia masuk memiliki luas laut terbesar di dunia, harusnya tidak pernah mengalami kekurangan produksi garam, bahkan bisa menjadi pusat produksi garam dunia, bukannya malah langka yang mengakibatkan harganya naik di dalam negeri.

"Fenomena ini menjadi isu nasional yang menarik dari segi ekonomi, sebab kita dikenal negara maritim, kok, bisa kekurangan," ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi ULM Banjarmasin itu tersebut di Banjarmasin, Kamis.

Dia menyatakan, hal ini sebagai pelajaran bagi pemerintah untuk kedepannya memiliki strategi khusus dalam rangka menjamin kebutuhan komuditas garam ini di tanah air.

Menurut Alim, untuk mengembalikan produksi garam nasional bisa melimpah, pemerintah harus mengajak investor untuk berinvestasi dalam membangun produksi garam nasional.


Alim memiliki dua dugaan penyebab kelangkaan garam, pertama karena produksi mengurang, atau kedua terjadinya alur distribusinya yang tidak baik.

"Jadi banyak faktor penyebabnya, pemerintah harus menangani masalah ini secepatnya, sebab garam masuk komuditas unggulan yang hampir setiap hari dibutuhkan masyarakat," tuturnya.

"Kita harap ada kebijakan pemerintah secepatnya terhadap penanganan tingginya harga garam ini hingga di daerah Kalsel, karena makin menambah beban daya beli masyarakat," ujarnya menambahkan

Di beberapa pasar Kota Banjarmasin dan daerah sekitarnya, dalam sepakan belakangan ini, warga masyarakat masih bisa atau belum kesulitan mendapatkan garam konsumsi/garam dapur.

Harga garam di semua pasar atau pedagang di Banjarmasin rata-rata naik sampai 100 persen. Satu kemasan yang sebelumnya cuma Rp1.500 kini menjadi Rp3.000.

Pewarta: Sukarli
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017