Seoul (ANTARA News) - Pertama meretas mesin ATM untuk mendapatkan informasi ATM milik nasabah, lalu menggunakannya untuk menarik tunai atau menjual informasi bank ke pasar gelap. Itulah modus siber Korea Utara dalam meretas lembaga-lembaga keuangan di seluruh dunia.

Korea Utara berada di balik upaya peretasan komputer lembaga-lembaga keuangan seluruh dunia yang tujuan utamanya mencuri uang setelah negeri ini krisis likuiditas akibat terus-terusan terkena sanksi PBB akibat program senjata nuklirnya, kata Badan Keamanan Keuangan Korea Selatan (FSI) seperti dikutip Reuters.

Korea Utara diduga berada di balik kelompok peretas bernama Lazarus yang oleh perusahaan-perusahaan keamanan siber global dikaitkaitkan dengan pencurian siber senilai 81 miliar dolar AS dari bank sentral Bangladesh.

Lazarus diyakini memiliki dua pecahan, masing-masing Bluenoroff dan Andariel, yang terakhir ini fokus menyerang lembaga-lembaga bisnis dan pemerintah Korea Selatan.

Laporan FSI menyebutkan Andariel diketahui mencuri kartu ATM atau kartu kredit dengan terlebih dahulu meretas mesin ATM yang kemudian digunakan untuk menarik dana tunai atau menjual informasi ke pasar gelap.

Andariel juga menciptakan malware untuk meretas poker online dan situs judi lainnya, serta mencuri dana tunai.

"Korea Selatan memilih menggunakan vendor-vendot ATM lokal dan para penyerang ini berhasil menganalisis dan membobol SK ATM dari paling sedikit dua vendor belum lama tahun ini," Vitaly Kamluk, direktur pusat riset APAC pada Kaspersky. "Kami yakin subrup ini (Andariel) sudah aktif sejak Mei 2016".

Dalam melancarkan serangan sibernya itu Korea Utara tak jarang menggunakan alamat IP di luar negeri, seperti saat menyerang sebuah PC kementerian pertahanan Korea Selata September tahun lalu, selain menyerang sistem intranet kementerian pertahanan Korea Selatam untuk mengekstrak intelijen operasi militer.

Para peretas Korea Utara menggunakan alamat IP di Shenyang, China, untuk mengakses server kementerian pertahanan Korea Selatan.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017