Kupang (ANTARA News) - Ekonom Dr James Adam mengatakan mengapresiasi Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk tidak memberlakukan Permendag Nomor 47 Tahun 2017 yang didalamnya mengatur harga eceran tertinggi (HET) penjualan beras sebesar Rp9.000 di tingkat konsumen.

Saya berharap Permendag Nomor 47 Tahun 2017 yang didalamnya mengatur harga eceran tertinggi (HET) penjualan beras diundur pemberlakukannya atau jangan diberlakukan lagi sehingga tidak menimbulkan masalah baru bagi para produsen beras yang merasa tidak dilindungi oleh pemerintah dalam usaha mereka," katanya di Kupang, Jumat.

Anggota IFAD (International Fund for Agricultural Development) untuk program pemberdayaan masyarakat pesisir NTT, mengatakan hal itu terkait Mendag yang setelah mengadakan pertemuan tertutup sekitar dua jam dengan pengusaha beras, lalu menyampaikan ditariknya Permendag 47/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen itu, agar tidak ada kekhawatiran bagi pedagang beras dalam kegiatan usahanya hingga mengakibatkan penurunan stok di Pasar Induk Beras Cipinang.

Ia mengatakan sebelum Permendag 47/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen itu diundangkan saja Satgas Pangan telah menggerebek gudang beras perusahaan swasta yang diduga melakukan pengoplosan sehingga dikategorikan curang dan merugikan konsumen.

Apalagi katanya kalau Permendag 47/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen itu diberlakukan, bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan produsen beras di titik-titik itu.

Sebab dalam peraturan itu, katanya, ditegaskan bahwa Permendag boleh membeli gabah 3.700 per kilogram untuk melindungi petani. "Kan sudah ada kasus dimana ada membeli Rp4.900 per kilogram, sementara ada Permendag No.47 tahun 2017 yang mengatur harga jual beras premiun maksimal Rp9.000 per kilogram," katanya.

Jadi menurut dia, masih ada tumpang tindih, antara yang diatur Perrmendag 47/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen dengan yang diberlakukan produsen berdasarkan harga pasar.

Artinya kata dia beras yang termasuk sembako yang dikonsumsi oleh masyarakat diatur harga beli dan jual di pasaran untuk memproteksi masyarakat.

Pada sisi lain katanya ada potensi terjadinya praktek monopoli dalam pembelian harga gabah di masyarakat dan pelanggaran atas Permendag 47/2017 tentang HET beras premium yang ditetapkan Rp9.000 per kilogram.

Sementara katanya Pemerintah harus melindungi masyarakat agar mampu membeli harga beras terjangkau dan beras tidak boleh dikuasai swasta.

Meski demikian katanya, Mendag Engar bersama Satgas Pangan dan Kementerian Pertanian menyatakan tidak usah khawatir bagi pedagang melakukan kegiatan usahanya. Kalau dipersoalkan mengenai HET dalam draf perundangan Permendag 47, itu belum diundangkan sehingga tidak diberlakukan," kata.

Sebelumnya Mendag Enggar mengatakan pihaknya tidak menutup mata bahwa ada penurunan masuknya stok beras seperti di Pasar Induk Cipinang dari rata-rata 3.000-4.000 ton per hari menjadi 1.800 ton per hari diakibatkan kegelisahan para pengepul dan "supplier" untuk memasok beras.

Setelah mengadakan pertemuan tertutup sekitar dua jam dengan pengusaha beras, Enggar menyampaikan ditariknya Permendag 47/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen itu, agar tidak ada kekhawatiran bagi pedagang beras dalam kegiatan usahanya hingga mengakibatkan penurunan stok di Pasar Induk Beras Cipinang.

Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017