Purwokerto, Jawa Tengah (ANTARA News) - Kebijakan redenominasi rupiah sebaiknya dilaksanakan saat perekonomian Indonesia sudah stabil, kata Kepala Program Pendidikan Magister Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman, Slamet Rosyadi.

"Berdasarkan pengalaman saya saat di Eropa, ketika Deutsche Mark (mata uang lama Jerman) dikonversi ke euro itu berdampak pada inflasi, terjadi kenaikan harga, terutama barang-barang konsumsi sehingga pada awalnya memberatkan. Oleh karena itu, redenominasi rupiah sebaiknya dilaksanakan ketika ekonomi sudah stabil," katanya, di Purwokerto, Jawa Tengah, Senin.

Ia mengatakan jika redenominasi rupiah dilaksanakan ketika ekonomi belum stabil akan memberatkan masyarakat dan inflasi bakal makin tinggi sehingga daya beli masyarakat menurun.

Dalam hal ini, kata dia, redenominasi merupakan penyederhanaan sistem pertukaran mata uang.

"Artinya, nilai rupiah kita (saat ini) hampir tidak ada nilainya dibandingkan dengan kurs mata uang asing lainnya sehingga tidak efisien," katanya.

Dia mencontohkan nilai rupiah yang terlihat cukup besar seperti Rp1 juta tidak ada artinya jika dibanding dengan mata uang negara lain.

Dengan demikian, kata dia, redenominasi selain untuk mengefisienkan rupiah juga ditujukan untuk menguatkan nilai mata uang rupiah jika dibandingkan dengan mata uang asing.

Terkait dengan dampak redenominasi terhadap inflasi, Slamet mencontohkan harga sebuah barang yang seharusnya sebesar Rp1.950 akan dibulatkan menjadi Rp2.000 agar saat diredenominasi atau disederhanakan bisa menjadi Rp2 sehingga ada kenaikan harga.

"Itu kalau belinya satu, kalau belinya banyak berarti ada kenaikan harga yang cukup tinggi. Ini harus menjadi perhatian pemerintah karena tidak semudah itu (melakukan redenominasi)," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, pemerintah harus menstabilkan perekonomian lebih dulu sebelum melaksanakan redenominasi.

Selanjutnya diwacanakan lebih banyak tentang bagaimana konsekuensi yang terjadi apabila dilakukan redenominasi.

Menurut dia, perekonomian Indonesia masih sangat tergantung pada APBN.

"Kalau APBN-nya lebih banyak untuk infrastruktur, apalagi yang saya tahu infrastrukturnya kebanyakan di luar Jawa untuk pemerataan, itu kan tidak segera memberikan hasil. Jadi, ekonomi stabil itu tergantung dari APBN kita karena ekonomi kita sangat tergantung pada kucuran dana dari pemerintah yang dapat memberikan penguatan daya beli masyarakat," katanya.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017