Moskow (ANTARA News) - Republik Indonesia dan Federasi Rusia tak hanya memiliki hubungan diplomatik sejak tahun 1950.

Persahabatan Indonesia dan Rusia - dahulu Uni Soviet - ditunjukkan dengan persahabatan pemimpin kedua negara.

Ketokohan Presiden I RI Soekarno pada masa lalu di negeri Beruang Merah ini tetap aktual dan relevan dalam menggambarkan betapa dekat hubungan kedua negara hingga kini.

Wilayah Indonesia seluas 1,905 juta kilometer persegi atau nyaris hanya sepersepuluh dari wilayah Rusia seluas 17,125 juta kilometer persegi tak mempengaruhi dalam kesetaraan hubungan kedua negara.

Rusia tak merasa lebih besar meskipun wilayah negaranya terbesar di dunia dan Indonesia tetap gagah setegak lambang Burung Garuda. Kedua negara setara.

ANTARA News/Budi Setiawanto

Bila kita membuka album foto lama yang menggambarkan Soekarno bergandengan tangan dengan pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev, Leonid Brezhnev, dan kosmonot Yuri Gagarin di Kremlin, Moskow, pada Juni 1961, mereka tersenyum dan sangat akrab serta setara.

Soekarno berkunjung ke Soviet beberapa kali, pertama awal 1956 setelah Soviet memenuhi permintaan Soekarno setelah Soviet mencari dan menemukan makam ulama besar Imam Bukhori di Samarkand (kini masuk negara Uzbekistan).

Dalam waktu yang berbeda, Soekarno kembali ke Soviet dan sempat meresmikan masjid Jamul Muslimin yang berkubah biru di kota St Petersburg, atau dikenal juga dengan sebutan masjid biru atau masjid Soekarno.

Kisah-kisah itu kini dituturkan kembali oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Dubes RI untuk Rusia dan Belarusia M Wahid Supriyadi di Moskow dalam beragam kegiatan rangkaian Festival Indonesia kedua di Moskow pada 4-6 Agustus 2017.

Persahabatan Indonesia dan Rusia lekat juga dalam bidang perdagangan.

Negara yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin tersebut dinilai memiliki peranan penting dalam hubungan dagang Indonesia. Rusia menjadi pintu gerbang produk Indonesia ke zona Uni Ekonomi Eurasia, yang terdiri dari Rusia, Belarus, Kazakhstan, Armenia, dan Kyrgyzstan.

Rusia juga merupakan pasar nontradisional terbesar untuk produk dan jasa layanan Indonesia di Eropa Tengah dan Timur.

Tahun lalu, perdagangan antara Indonesia dan Rusia mencapai 2,11 miliar dolar AS, di mana Indonesia mengantongi surplus sebesar 411 juta dolar AS. Nilai perdagangan tersebut mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan nilai pada 2015 sebesar 1,9 miliar dolar AS.

Ekspor nonmigas Indonesia ke Rusia tumbuh sebesar 8,5 persen dalam lima tahun terakhir dengan nilai ekspor pada tahun 2016 sebesar 1,3 miliar dolar AS.

Pada periode Januari-Mei 2017, total perdagangan Indonesia-Rusia juga mengalami peningkatan sebesar 54,43 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan nilai perdagangan sebesar 1,12 miliar dolar AS.

Indonesia surplus 77,45 juta dolar AS dengan nilai ekspor sebesar 599,97 juta dan nilai impor sebesar 522,52 juta dolar AS. Produk ekspor utama Indonesia ke Rusia antara lain kelapa sawit dan turunannya, kopi, karet, minyak kelapa, dan coklat.

Mendag Enggartiasto Lukita membuka Forum Bisnis Kelapa Sawit Indonesia-Rusia di Moskow, Kamis (3/8). (ANTARA News/Budi Setiawanto)

Dalam rangkaian kunjungan kerja tersebut, misi dagang ke Rusia juga dilakukan sebagai upaya diplomasi minyak kelapa sawit berkelanjutan Indonesia. Upaya ini telah dimulai sejak kunjungan Presiden Jokowi ke Rusia tahun lalu untuk meningkatkan ekspor kelapa sawit berkelanjutan.

"Strategi pertumbuhan Indonesia selalu memperhitungkan komitmen pemerintah Indonesia terhadap lingkungan. Indonesia jelas mendukung ekspor kelapa sawit berkelanjutan," kata Enggartiasto.

Selain memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi yang telah dibangun sejak lebih dari 65 tahun silam, rangkaian kegiatan Misi Dagang Rusia juga dilakukan melalui Forum Bisnis Kelapa Sawit, Forum Bisnis Indonesia-Rusia, one-on-one business matching, serta kunjungan ke Paviliun Indonesia di Food City.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan juga akan menindaklanjuti rencana imbal dagang dengan perusahaan asal Rusia, Rostec, yang ingin melakukan barter pesawat Sukhoi SU-35 dengan karet Indonesia.

Pemerintah juga akan menawarkan komoditas lain kepada Rostec selaku rekanan Indonesia dalam skema imbal dagang tersebut.

Rencana imbal dagang ini sudah hampir final. Namun, kami masih menawarkan produk Indonesia lainnya untuk diekspor ke Rusia selain karet yang mereka minta, kata Enggartiasto.

Selain itu pemerintah juga ingin mempercepat terbentuknya Indonesia-Russia Preferential Trade Agreement (PTA) atau Perjanjian Perdagangan Produk Tertentu dan Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-Eurasia (FTA) agar dapat mendorong perdagangan yang seimbang dengan Rusia dan negara-negara di kawasan Eurasia.

VIDEO:

Oleh Budi Setiawanto
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017