Jakarta (ANTARA News) - Program B20 atau kewajiban pemakaian biodiesel sebanyak 20 persen pada jenis kendaraan Bahan Bakar Minyak (BBM) solar masih terganjal pada pemakaian mesin penggerak jenis lama.

"Memang ada keluhan dari pengguna. Pertama dari PT KAI, kedua dari industri besar pertambangan yang menggunakan kendaraan besar. Karena mesin lama belum sesuai dengan biodiesel ramah lingkungan tersebut," kata Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Abadi Poernomo, di Jakarta, Jumat.

Dalam pertemuan bersama wartawan tersebut, ia menjelaskan harusnya memang dibuat risetnya terlebih dulu, untuk menjalankan kekuatan tiap mesin terhadap program B20.

"Harusnya dari semua pihak diundang untuk menentukan seberapa jauh bisa menyerap B20 ini," katanya. Jika untuk penerapan teknologi baru, ia menyampaikan bisa langsung diterapkan program B20. Sebab mesin baru dapat menyesuaikan dengan bahan bakar biodiesel.

Kendala lainnya adalah, apabila mesin lama dipaksakan penggunaan biodiesel maka akan kehilangan garansi dari pabrikan produksinya, sehingga dianggap masih merugikan pengguna.

Saat ini sedang dibicarakan dengan Kementerian terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar dapat menemukan jalan tengah bagi setiap mesin yang dapat menyerap biodiesel baik lama ataupun baru.

Program B20 yang dilaksanakan melalui Kementerian ESDM sebagai solusi energi terbarukan tersebut telah menyerap 2,7 juta kiloliter (KL) biodiesel sawit sepanjang 2016.

Program B20 biodiesel merupakan kewajiban mencampur 20 persen biodiesel sawit pada setiap minyak diesel (solar) yang dijual.

Sebelumnya, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit Bayu Krisnamurthi mengatakan serapan ini juga lebih besar dari 2014 yang mencapai 1,84 juta KL saat program biodiesel masih didukung APBN 2014 dan penyerapan 2015 tanpa APBN sebesar 0,56 juta KL.

Untuk mendukung program B20 tahun 2016, dana sawit yang dugunakan mencapai Rp10,6 triliun.

Program B20 pada 2016 juga dinilai telah memberikan manfaat besar dalam bentuk pengurangan emisi gas rumah kaca sekira 4,5 juta ton CO2e, pemanfaatan bahan bakar nabati berbasis produk dalam negeri 45,5 ribu barel per hari.

Manfaat selanjutnya adalah menciptakan nilai tambah industri Rp4,4 triliun, penyerapan tenaga kerja 385 ribu orang, serta penghematan devisa dan pengurangan ketergantungan bahan bakar fosil senilai 1,1 miliar dolar AS atau setara Rp14,8 triliun.
Pewarta:
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017