Washington (ANTARA News) - Sekitar 2.000 petempur ISIS diperkirakan tinggal di Raqqa, Suriah, dan berjuang keras menghadapi ofensif Pasukan Demokratik Suriah dukungan Amerika Serikat, kata pejabat senior AS seperti dikutip Reuters.

Brett McGurk, utusan khusus AS untuk koalisi melawan IS, mengatakan Pasukan Demokratik Suriah telah menguasai sekitar 45 persen wilayah Raqqa sejak melancarkan serangan awal Juni lalu untuk merebut benteng ISIS di utara Suriah tersebut.

"Hari ini di Raqqa, ISIS bertahan untuk setiap blok terakhir... dan bertahan mempertahankan hidup mereka ," ujar McGurk kepada wartawan. "Beberapa dari 2.000 petempur meninggalkan kota dan kemungkinan besar tewas di Raqqa."

Serangan terhadap Raqqa bertepatan dengan tahap akhir kampanye mengusir ISIS dari Mosul, Irak, di mana ISIS dikalahkan bulan lalu.

McGurk mengatakan ISIS telah kehilangan 70.0000 kilometer persegi wilayah yang pernah mereka kuasai di dua negara, 78 persen di Irak, dan 59 persen di Suriah.

Sebelum tiap operasi militer, pasukan koalisi mengelilingi daerah yang ditargetkan untuk memastikan petempur ISIS dari luar negeri tidak bisa melarikan diri dan keluar dari Irak dan Suriah.

Bekerja sama erat dengan pasukan Turki, seluruh perbatasan Suriah-Turki ditutup dan ISIS tidak dapat lagi mengirim petempur yang dilatih di Suriah untuk melancarkan serangan di Eropa dan di manapun, demikian McGurk.

Koalisi telah membuat database dari hampir 19.000 nama petempur ISIS yang dikumpulkan dari ponsel, buku alamat, dan dokumen lain yang ditemukan di medan perang, yang dibagikan kepada Interpol, kata dia.

ISIS juga memerangi pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang didukung Rusia dan Iran.

McGurk mengatakan pengaturan penghindaran konflik antara militer AS dan militer Rusia telah menghindari kecelakaan saat mereka beroperasi secara terpisah di Suriah dengan baik, meski hubungan diplomatik antara kedua negara memburuk.

Presiden Donald Trump mengatakan hubungan AS-Rusia berada pada titik terendah sepanjang masa dan sangat berbahaya, sedangkan Rusia mengatakan sanksi baru yang diberlakukan Washington berarti berakhirnya harapan hadirnya hubungan yang lebih baik dengan pemerintah Trump.

"Namun sejauh ini kami belum melihat dampak dari hubungan kami dengan Rusia dalam hal Suriah," tutup McGurk.

(KR-DVI/M016)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017