Bogor (ANTARA News) - Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Wirianingsih mengatakan pembangunan yang pro-keluarga merupakan kunci sukses memanfaatkan bonus demografi di era generasi digital.

"Kita perlu mencermati beberapa tantangan yang membutuhkan antisipasi serius menuju keunggulan SDM pada saat-saat puncak bonus demografi pada 2028-2031," kata Wirianingsih dalam acara Memaknai Hari Keluarga Nasional dan Hari Anak Nasional bertema Generasi Perempuan dan Ketahanan Keluarga DPP PKS di Kabupaten Bogor, Minggu.

Bonus demografi adalah kondisi di mana jumlah usia angkatan kerja dengan usia 15-64 tahun mencapai 70 persen sedangkan 30 persen penduduk lainnya berusia tidak produktif yaitu usia 14 tahun ke bawah dan di atas 65 tahun.

Menurut Wirianingsih, bonus demografi yang sebetulnya sudah berlangsung secara bertahap sejak tahun 2012 hingga tahun 2035, akan mencapai puncaknya tahun 2028-2031.

Pada tahun tersebut diperkirakan jumlah penduduk usia produktif sebanyak 180 juta orang dan yang berusia non-produktif sebanyak 60 juta orang.

"Dalam waktu yang kurang dari satu dasawarsa kita harus menyiapkan agar momentum bonus demografi ini menjadi berkah bagi Indonesia, ketika penduduk yang berusia produktif itu memiliki kualitas yang unggul," katanya dalam keterangan tertulisnya.

Untuk itu, kata dia, Indonesia perlu memperhatikan kalitas SDM karena kondisi SDM belum memiliki kekuatan daya saing yang memadai. Berdasarkan tingkat pendidikan, 70 persen SDM Indonesia baru memiliki jenjang pendidikan dasar, yang memiliki pendidikan menengah sebanyak 22,40 persen dan yang berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 7,20 persen.

Padahal Malaysia, katanya, tenaga kerjanya memiliki tingkat pendidikan menengah sebesar 56,30 persen, pendidikan dasar 24,30 persen dan 20,30 persen pendidikan tinggi.

Selain itu, katanya, perlu dicermati fenomena Generasi Digital Native. Hal lain yang mempegaruhi kualitas SDM bangsa adalah kekhasan anak-anak kita sebagai generasi digital native. Generasi yang lahir di era digital, era dunia yang "terkompresi" dalam sebuah gawai (gadget) dan nyaris terhubung sepanjang waktu.

"Jarak geografis dan perbedaan jam bukan lagi menjadi kendala komunikasi dan interaksi segenap warga planet bumi. Generasi digital native yang kerap dijuluki sebagai generasi beta memiliki kekhasan yang cukup signifikan perbedaannya dengan generasi sebelumnya," katanya.

Ia mengatakan terobosan yang bisa dilakukan dalam menyukseskan momentum bonus demografi adalah partisipasi keluarga dalam pembentukan SDM unggul.

Namun dalam upaya tersebut prasyaratnya adalah kualitas ketahanan keluarga yang prima sehingga dapat menjalankan seluruh fungsinya dengan optimal termasuk tugas dalam menuntaskan proses tumbuh kembang anak dan pendidikan anak.

"Mengingat pentingnya tugas keluarga dalam menyiapkan SDM unggul, sudah sewajarnya bila Negara memfasilitasi segenap keluarga di Indonesia agar berketahanan prima," ujarnya.

Sementara itu Presiden PKS, M Sohibul Iman dalam salah satu arahannya mengatakan generasi "beta" memiliki ciri-ciri menonjol 3C, kreatif, dengan penguasaan pada berbagai kemudahan dunia digital terutama berbagai aplikasi perangkat lunak generasi ini mengembangkan kreativitasnya secara optimal, sehingga memiliki produktivitas karya yang kuantitas dan kualitasnya melampaui generasi sebelumnya.

Selain itu konekted dimana teknologi komunikasi dan informasi membuat seluruh titik di dunia ini dapat saling terhubung dengan mudah.

Kondisi ini membuat generasi "beta" memiliki ciri khas sebagai individu-individu yang mengidentifikasi dirinya sebagai warga dunia, dan tidak menjadikan latar belakang budaya sebagai hambatan interaksi.

Dua ciri khas di atas kreativitas dan keterhubungan, membuat generasi "beta" memiliki spirit kolaboratif yang lebih kuat dari generasi yang hidup sebelum era digital sehingga dunia dapat menjadi lebih menyatu.

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017