...kami juga menerima laporan dan keluh kesah, banyak orang tua yang anaknya tidak lagi bisa mengikuti pendidikan agama di madrasah diniyah karena program lima hari sekolah tersebut
Purwokerto (ANTARA News) - Ribuan Nahdliyin yang tergabung dalam Keluarga Besar Nahdlatul Ulama Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menggelar aksi damai untuk menolak pemberlakuan lima hari sekolah atau yang dikenal dengan full day school.

Aksi damai yang digelar di Alun-Alun Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Senin, diikuti pelajar dan santri Lembaga Pendidikan Maarif NU, Banser, Fatayat NU, Muslimat NU, Gerakan Pemuda Ansor, serta Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.

Dalam aksi damai tersebut, massa membawa berbagai poster yang berisi penolakan terhadap kebijakan lima hari sekolah yang dinilai mematikan madrasah diniyah serta menuntut pencabutan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 yang mengatur soal lima hari sekolah.

Selain itu, massa juga mengerahkan sebuah truk tronton yang dijadikan sebagai panggung untuk orasi yang dilakukan para tokoh NU Banyumas termasuk Rois Syuriah Pengurus Wilayah NU Jateng K.H. Hudallah.

Koordinator Lapangan Aksi Damai Keluarga Besar NU Banyumas Taofik Hidayat mengatakan program lima hari sekolah yang diatur dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 sudah banyak mendapat pertentangan dan penolakan oleh sejumlah ormas dan elemen masyarakat.

Akan tetapi, kata dia, Mendikbud Muhadjir Effendy sepertinya menutup mata dan telinga sehingga tetap memberlakukan program lima hari sekolah.

Menurut dia, program lima hari sekolah tersebut telah nyata-nyata merugikan lebih dari 70.000 madrasah diniyah di bawah naungan NU dan ratusan ribu Taman Pendidikan Alquran lainnya di seluruh Indonesia.

"Sudah banyak masukkan ke kami akan sejumlah madrasah diniyah sore hari yang nyaris kehabisan murid karena mereka masih di sekolah. Selain itu, kami juga menerima laporan dan keluh kesah, banyak orang tua yang anaknya tidak lagi bisa mengikuti pendidikan agama di madrasah diniyah karena program lima hari sekolah tersebut," katanya.

Ia mengatakan banyak orang tua yang prihatin karena anak-anaknya ketika pulang sekolah dalam kondisi kelelahan sehingga tidak ada waktu lagi untuk bermain, bergaul dengan lingkungan, dan membantu pekerjaan orang tuanya di desa.

Selain itu, kata dia, orang tua juga harus menambah uang saku anaknya agar bisa membeli makan siang di sekolah.

Saat ditemui wartawan di sela aksi damai, Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang NU Kabupaten Banyumas K.H. Maulana Ahmad Hasan mengatakan aksi tersebut melibatkan sekitar 20.000 warga Banyumas.

"Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 adalah peraturan menteri yang mengancam keberlangsungan pendidikan di madrasah dan pondok pesantren. Baik madrasah diniyah dan kegiatan di pondok pesantren semuanya adalah pencetak-pencetak anak bangsa yang mempunyai karakter bangsa yang baik, yang mempunyai dedikasi terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia," katanya.

Ia mengatakan dengan adanya kebijakan lima hari sekolah, Mendikbud telah mengibarkan bendera "perang" terhadap pondok pesantren.

Terkait dengan hal itu, dia mengharapkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk menegur Mendikbud Muhadjir Effendy.

"Kalau menteri tidak bisa mengindahkan aspirasi dari masyarakat, kami mohon kepada Bapak Presiden untuk mencopot dan menggantinya karena masih banyak kader bangsa yang siap menjadi Menteri Pendidikan," katanya.

Dalam hal ini, kata dia, warga NU Banyumas menutut pencabutan Permendikbud Nomor 23 Nomor 2017.

Akan tetapi jika peraturan tersebut tidak dicabut, lanjut dia, warga NU Banyumas meminta agar Mendikbud diganti.

"Tuntutannya, cabut Permendikbud atau ganti menteri. Opsinya sudah jelas," tegasnya. 

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017