Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengajukan banding terhadap vonis mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto dalam kasus korupsi KTP elektronik.

(Baca: KPK ajukan banding terhadap vonis Irman & Sugiharto)

"Sudah diajukan ke pengadilan minggu lalu oleh penuntut umum KPK. Poin utamanya adalah beberapa fakta di persidangan yang bisa dari keterangan saksi atau bukti-bukti lain yang menurut pandangan tim penuntut umum belum dipertimbangkan oleh hakim," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta pada 20 Juli 2017 menjatuhkan hukuman penjara tujuh tahun kepada Irman dan lima tahun penjara kepada Sugiharto dalam perkara korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-E).

Menurut Febri, konsekuensi dari belum dipertimbangkannya sejumlah fakta persidangan itu adalah hilangnya beberapa nama pada putusan Irman dan Sugiharto.

"Itu yang perlu diargumentasikan dalam berkas banding yang diajukan penuntut umum," kata Febri.

Ia juga menyatakan dalam proses banding itu KPK berharap nantinya hakim pada tingkat yang lebih tinggi baik di Pengadilan Tinggi bahkan hingga Mahkamah Agung mempertimbangkan secara lebih komprehensif.

"Sehingga kita bisa tahu siapa saja pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus KTP-e ini termasuk sejumlah indikasi aliran dana kepada sejumlah pihak," ucap Febri.

Dalam putusan Irman dan Sugiharto, majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjelaskan sejumlah penerima aliran dana proyek KTP-Elektronik yang berasal dari anggota DPR, pengacara, anggota konsorsium, staf Kementerian Dalam Negeri hingga pihak-pihak lain terkait proyek sebesar Rp5,95 triliun itu.

"Sejak penganggaran dan pengadaan barang dan jasa KTP-E, terdakwa I Irman dan terdakwa II Sugiharto telah menerima uang sebagai berikut, pertama Irman menerima uang 300 ribu dolar AS yang berasal dari Andi Agustinus alias Andi Narogong dan 200 ribu dolar AS dari terdakwa II. Terdakwa II menerima 30 ribu dolar AS dari Paulus Tannos dan uang 20 ribu dolar AS yang berasal dari Johanes Marliem yang sebagian uang dibelikan Honda Jazz seharga Rp150 juta," kata anggota majelis hakim Anwar dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7).

Selain kedua terdakwa, masih ada pihak-pihak lain yang memperoleh keuntungan yaitu:

1. Miryam S Haryani sejumlah 1,2 juta dolar AS
2. Diah Angraini 500 ribu dolar AS
3. Markus Nari 400 ribu dolar as atau Rp4 miliar
4. Ade Komarudin 100 ribu dolar AS
5. Hotma Sitompul 400 ribu dolar AS
6. Husni Fahmi 20 ribu dolar AS dan Rp30 juta
7. Drajat Wisnu 40 ribu dolar AS dan Rp25 juta
8. Enam orang anggota panitia lelang masing-masing Rp10 juta
9. Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN masing-masing Rp1 miliar dan untuk kepentingan "gathering" dan SBI sejumlah Rp1 miliar
10. Beberapa anggota tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi dan Kurniawan masing-masing Rp60 juta
11. Mahmud Toha Rp30 juta
12. Manajemen bersama konsorsium PNRI Rp137,989 miliar
13. Perum PNRI Rp107,710 miliar
14. PT Sandipala Artha Putra Rp145,851 miliar
15. PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding companty PT Sandipala Artha Putra sejumlah Rp148,863 miliar
16. PT LEN Industri Rp3,415 miliar
17. PT Sucofindo sejumlah Rp8,231 miliar
18. PT Quadra Solution Rp79 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017