Jakarta (ANTARA News) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengatakan, kematian SR, siswa kelas II SDN Longkewang, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, di lingkungan sekolah setelah dipukul teman sekelasnya, Selasa (8/8), membuktikan sekolah belum menjadi tempat yang aman bagi anak.

"Sekolah aman dan nyaman bagi anak didik ternyata masih jauh dari harapan. Pembelaan sekolah dengan menyatakan kekerasan yang menimpa SR terjadi di belakang kantor, sementara pendidik fokus mengawasi pelajar di depan kantor, tetap tidak bisa di tolerir," kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti melalui siaran pers, Jakarta, Rabu.

Berkaca dari peristiwa ini dan banyaknya kasus-kasus kekerasan di sekolah yang diterima di pengaduan KPAI, menjadi suatu kesempatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meninjau kembali kebijakan sekolah seharian bagi murid.

KPAI mendasarkan pendapatnya itu karena ternyata sistem pengawasan yang lemah di banyak sekolah telah membuat sekolah tak lagi menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak.

KPAI menyayangkan kesimpulan dini yang dinyatakan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, yang seolah menolak telah terjadi dugaan kekerasan di sekolah sehingga menimbulkan kematian SR, di sekolahnya di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, itu.

Pernyataan yang menyebutkan tidak ditemukan bekas pukulan, hanya baju dan celana SR yang kotor, menunjukkan kesimpulan itu mendahului penyelidikan hasil otopsi.

"Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi dan jajarannya, seharusnya justru mendukung penyelidikan dan menolak berkomentar hingga ada hasil penyelidikan. Hal yang penting dilakukan dinas pendidikan adalah mengevaluasi pengelola atau tenaga pengajar dan sistem pengawasan di sekolah," kata dia.

KPAI meminta pemerintah daerah juga harus segera menurunkan tim inspektorat untuk melakukan pemeriksaan terkait pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap jajaran birokrasi pendidikan hingga pihak satuan pendidikan.

KPAI mendukung penyelidikan pihak aparat penegak hukum, namun KPAI akan memastikan anak sebagai pelaku atau istilah perudangan adalah anak berhadapan dengan hukum harus sesuai dengan UU Nomor 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

"Apalagi para pelaku masih dibawa usia 12 tahun, penanganannya harus memperhatikan hak-hak anak dan kondisi psikologinya sebagai anak sebagaimana diatur dalam UU SPPA itu," kata dia.

Pewarta: Aubrey Fanani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017