Kami akan terus bekerja menangani kasus-kasus besar seperti KTP-e dan BLBI, termasuk kasus suap terkait pengadaan Alquran serta proyek di PUPR yang diduga juga mengalir pada banyak pihak seperti anggota DPR dan swasta...
Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan bahwa penyediaan rumah aman bagi saksi-saksi KPK mempunyai dasar hukum kuat.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan bagi KPK. Safe house (rumah aman) itu sudah jelas dan kuat dasar hukumnya. Ada dua undang-undang yang mengatur," kata Febri di Jakarta, Jumat.

Febri menjelaskan bahwa dasar hukum perlindungan saksi dan rumah aman antara lain pasal 15 huruf a Undang-Undang tentang KPK yang menyatakan bahwa KPK berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan atau pun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.

Penjelasan pasal itu menyebutukan bahwa yang dimaksud dengan memberikan perlindungan dalam ketentuan ini juga meliputi pemberian jaminan keamanan dengan meminta bantuan kepolisian atau penggantian identitas pelapor atau "melakukan evakuasi", termasuk perlindungan hukum.

Dasar hukum selanjutnya, menurut Febri, adalah Pasal 5 ayat (1) huruf k Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang menyebutkan bahwa disebutkan saksi dan korban berhak mendapatkan tempat kediaman sementara.

Sementara Pasal 1 angka 8 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan itu, Febri menjelaskan, KPK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk memberikan perlindungan kepada saksi wajib memberikan tempat kediaman sementara kepada saksi yang dilindungi.

Ia pun mengaku heran kalau ada yang mengatakan rumah aman tidak ada dasar hukumnya,  apalagi menyebutnya sebagai "rumah sekap" hanya berdasarkan keterangan satu orang saksi saja, yaitu saksi kasus suap Akil Mochtar, Niko Panji Tirtayasa.

"Yang bahkan KPK sendiri sudah menghentikan perlindungan terhadap yang bersangkutan karena tidak konsisten dan tidak koperatif saat menjadi saksi sebelumnya," katanya.

Febri menyatakan bahwa KPK mempertanyakan motivasi anggota Panitia Khusus Hak Angket DPR terkait Tugas dan Wewenang KPK mengunjungi rumah aman itu.

"Nanti kami lihat hasilnya seperti apa karena sepertinya ada pihak-pihak yang sangat bersemangat ke rumah tersebut meski pun DPR sebenarnya sedang reses saat ini. Apa motivasinya kami tidak tahu," kata dia.

Febri menjelaskan pula bahwa Niko adalah saksi yang dulu meminta perlindungan KPK karena ada tekanan dan intimidasi terhadap yang bersangkutan.

"Setelah kami cek, maka kami beri perlindungan. Tidak hanya safe house, bahkan penggantian biaya hidup terhadap isteri atau keluarga. Tetapi apa yang dilakukan saat ini? Kami tidak tahu motivasinya apa, atau jika ada yang menyuruh, dia digerakkan siapa?" ujarnya.

KPK, ia melanjutkan, tidak mengganggap penting kunjungan anggota Pansus ke rumah aman itu.

"Kami akan terus bekerja menangani kasus-kasus besar seperti KTP-e dan BLBI, termasuk kasus suap terkait pengadaan Alquran serta proyek di PUPR yang diduga juga mengalir pada banyak pihak seperti anggota DPR dan swasta. Semua tindakan yang dilakukan KPK tentu berdasarkan aturan hukum dan dapat dipertanggungjawabkan," ia menegaskan.

(Baca: KPK: Pansus tidak perlu ributkan "safe house")

(Baca juga: Ini makna "safe house" menurut LPSK)

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017