Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, Selasa menyebutkan pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol saat ini belum optimal.

Peraturan Menteri Perdagangan No 06/M-DAG/PER/1/2015 telah menyatakan kalau penjualan minuman berakohol di toko modern dilarang, tetapi minuman berakohol oplosan yang lebih berbahaya justru tidak diawasi dengan baik, padahal berdasarkan kajian yang dilakukan Lakpesdam NU, orang yang mengonsumsi minuman oplosan cukup banyak.

"Di satu sisi, minuman berakohol golongan A memang semakin sulit diakses karena penjualannya di mini market tak lagi dibolehkan, namun di sisi lain minuman berakohol oplosan justru tetap ada dan konsumsinya cenderung meningkat," kata Kepala Departemen Peneliti Lakpesdam PWNU DKI Jakarta Abdul Wahid Hasyim dalam konferensi pers riset yang digelar di Cikini.

Riset Lakpesdam NU DKI Jakarta yang melibatkan 327 responden remaja berusia 12 sampai 21 tahun di wilayah Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi menemukan fakta pengonsumsi minuman berakohol oplosan berada di angka 65,3 persen.

Dari jumlah responden yang sering mengonsumsi alkohol, 71,5 persennya sering membeli di warung jamu, sisanya di warung kelontong sebanyak 14,3 persen dan 7,1 persen lainnya lewat perantara.

"Mudahnya memperoleh minuman oplosan memang jadi alasan kenapa tingkat konsumsinya cukup tinggi. Selain mudah diakses, warung jamu juga jarang dirazia dan ada di hampir setiap sudut jalan dan gang," kata dia.

Sayangnya dari jumlah pengonsumsi miuman berakohol oplosan tersebut tak banyak yang begitu paham bahaya minuman berakohol oplosan.

"Ini yang sangat memprihatinkan. Padahal kebanyakan mereka yang mengonsumsi ini masih remaja. Usia anak sekolah," ucap dia.

Ketua Lakpesdam PWNU DKI Jakarta, Mohammad Shodri mengatakan tata kelola atau regulasi tentang minuman berakohol harus mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Pihaknya merekomendasikan agar kebijakan pengendalian minuman berakohol fokus pada produksi, distribusi, dan pengawasan penjualan minuman berakohol, bukan lewat pelarangan total.

Selain itu minuman berakohol juga wajib memenuhi standar kesehatan melalui registrasi BPOM.

"Karena kalau dilarang total berdampak pada konsumsi minuman berakohol oplosan dan itu lebih berbahaya," kata Shodri.

Shodri juga meminta pemerintah dan pelaku usaha memberi edukasi dan informasi yang jelas mengenai bahayanya minuman berakohol terutama bagi anak di bawah umur.

Hal ini bisa dilakukan lewat kontrol pembeli minuman berakohol legal sesuai batas umur yakni 21 tahun ke atas dan pelaku usaha yang bertanggung jawab dengan mempertanyakan identitas setiap konsumen.

"Semua pemangku kebijakan harus terlibat," kata dia.

(T.A074/T007)

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017