Jakarta (ANTARA News) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik horizontal, sebagaimana terjadi antara nelayan asal Kendal, Jawa Tengah, dengan nelayan Timika, Papua.

Sekjen Kiara, Susan Romica, di Jakarta, Rabu, menyatakan, konflik itu dan migrasi nelayan dari Kabupaten Kendal, Jawa Tengah ke Timika, Papua, disebabkan minim kepastian perlindungan dan pemberdayaan nelayan.

Padahal, lanjutnya, hal itu telah menjadi mandat UU Nomor 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

Dia berpendapat, nelayan Kendal sampai melaut ke perairan Timika juga dampak dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Salah satu dampaknya, menurut Romica, adalah nelayan di Kendal tidak bisa lagi menangkap ikan di perairan Jawa Tengah sehingga menghadapi kondisi itu, ada sejumlah nelayan memilih menjadi pekerja perikanan di kapal domestik di Papua.

"Seharusnya Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa memprediksi dampak disahkannya Permen KP Nomor 2/2015. Lebih dari itu, KKP dituntut untuk segera merumuskan solusi komprehensif akibat aturan tersebut," ujar dia.

Sebagaimana diketahui, perwakilan dari Kelompok Nelayan Mina Agung Sejahtera, Sugeng Triyanto, berangkat ke Papua untuk memastikan 104 nelayan dari Kendal bisa kembali pulang dalam waktu secepatnya.

Dia mengutarakan harapannya agar pemerintah dapat mengambil langkah nyata dalam rangka membenahi persoalan serius nelayan saat ini, khususnya untuk masalah ruang bagi nelayan tradisional menangkap ikan.

"Dalam pada itu, kami berharap negara segera mendorong implementasi dari UU Nomor 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam," ucapnya.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017