Freetown (ANTARA News) - Tentara dan para sukarelawan dengan berbagai peralatan menggali lokasi yang tertimbun tanah longsor di Sierra Leone pada Kamis sebagai ikhtiar mencari ratusan orang yang diyakini terkubur selama beberapa hari setelah bencana itu.

Sekira 600 orang hilang setelah hujan lebat dan tanah longsor pada Senin menyapu rumah-rumah di pinggiran Freetown, ibu kota Sierra Leone, kata Palang Merah. Tanah longsor itu merupakan salah satu bencana terburuk akibat banjir di Afrika yang masih segar dalam ingatan. Sekitar 400 jasad telah ditemukan.

Lembaga-lembaga bantuan memperingatkan mayat-mayat yang terkubur dalam lumpur mungkin mencemari sumber-sumber air dan menyebabkan wabah penyakit. Usaha-usaha pencarian mengalami kesulitan dan berbahaya karena terhalang hujan yang terus-menerus turun.

"Topografi kawasan ini tak mudah dilalui tetapi sebagai militer kami terus membuat jalan-jalan yang bisa dilintasi," kata Kolonel Abu Bakarr Bah, yang memimpin tim pencarian dekat kota Regent, tempat bagian dari sebuah lereng gunung runtuh.

Perusahaan-perusahaan konstruksi setempat telah menyewa ekskavator tetapi banyak sukarelawan menggali dengan alat-alat rumah tangga dan apa saja yang mereka bisa temukan, kata Abu Bakarr Tarawallie, juru bicara Palang Merah.

"Kami khawatir tak ada lagi korban yang masih hidup," kata dia. "Kemarin tak seorangpun ditemukan dalam keadaan masih hidup."

Pemerintah membuat persiapan untuk memakamkan 300 jasad pada Kamis, kata Cornelius Deveaux, juru bicara pemerintah. Penguburan massal 150 mayat telah dilakukan awal pekan ini, kata Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan.

Para anggota keluarga korban dipanggil ke tempat penyimpanan mayat pada Rabu untuk mengenali sanak keluarga mereka, tetapi banyak yang tak dapat mengenalinya dan para pejabat terpaksa memproses pemakaman itu karena mayat-mayat mengalami pembusukan.

Tanah longsor di Kongo

Mereka akan mengubur di sebuah pemakaman di luar Freetown yang digunakan ketika terjadi wabah Ebola tahun 2014-2016. Wabah itu membunuh 4.000 orang di bekas koloni Inggris tersebut.

Sebanyak 40 orang meninggal dalam tanah longsor lainnya pada Kamis di sebuah desa nelayan di bagian timur Republik Demokratik Kongo, kata Pacifique Keta, wakil gubernur Provinsi Ituri, dengan menambahkan bahwa usaha pencarian sedang berlangsung untuk menemukan mayat-mayat yang terkubur lumpur.

Penyebab persis dari bencana yang terjadi sekitar 80 km dari kota Bunia itu belum jelas, tetapi aktivitas vulkanik dan seismik telah menyebabkan sejumlah tanah longsor di kawasan tersebut dalam beberapa tahun belakangan.

Tanah longsor dan banjir biasa terjadi di beberapa bagian Afrika saat musim hujan. Akibat penggundulan hutan dan tata kota yang tak terencana dengan baik menimbulkan risiko akan tanah longsor. Demikian laporan Reuters.

(Uu.M016)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017