Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai rencana pembatasan jumlah kendaraan berdasarkan nomor polisi ganjil dan genap di jalan tol sebagai kebijakan yang ngawur dan tidak paham regulasi.

"Tidak ada praktik ganjil genap di mana pun yang diterapkan di jalan tol. Pemberlakukan ganjil genap hanya bisa di jalan nontol dan dalam kota saja," kata dia, saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan pemberlakuan pembatasan kendaraan berdasarkan nomor polisi ganjil dan genap biasanya hanya bersifat ad-hoc di jalan protokol dalam kota dan instrumen yang tidak permanen.

Dia menilai pembatasan kendaraan berdasarkan nomor polisi ganjil dan genap akan menabrak aturan tentang jalan tol. Saat ini, terdapat UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 44/2009 tentang Jalan Tol.

"Jalan tol adalah jalan bebas hambatan. Tidak ada rambu-rambu lalu lintas yang sifatnya menjadi penghambat, termasuk lampu pengatur lalu-lintas," tuturnya.

Karena itu, untuk mengatasi kemacetan di jalan raya, termasuk di jalan tol, Abadi menyarankan pemerintah lebih baik memperbaiki dan membangun angkutan umum massal yang terpadu, mudah diakses, dan tepat waktu.

"Kemudian, untuk membatasi kendaraan, terapkan jalan berbayar secara elektronik secara konsisten dengan pendataan mobil yang akurat," katanya. Pada sisi lain, jumlah mobil di Tanah Air bertambah secara signifikan.

Rencana pembatasan kendaraan berdasarkan nomor polisi ganjil dan genap akan mulai diberlakukan pada akhir Agustus 2017 di ruas tol Jakarta-Cikampek, dimulai dari Gerbang Tol Bekasi Barat hingga Gerbang Tol Semanggi.

Pembatasan tersebut berlaku pada jam-jam sibuk, yaitu pukul 06.00 hingga 09.00 WIB. Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek menyiapkan 60 unit bus tambahan agar para pengguna jalan tol bisa menggunakan bus dengan kapasitas lebih banyak. 

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017