Chennai, India (ANTARA News) - Enam dari sepuluh penambang granit di bagian selatan India bekerja dengan kondisi yang membahayakan demi membayar pinjaman besar, menurut organisasi amal yang memetakan proses produksi yang tersembunyi, Rabu.

Pemerintah merupakan salah satu kalangan pembeli granit dari India, salah satu negara eksportir granit terbesar di dunia. Mereka menggunakan granit di gedung-gedung kantor serta sebagai penghias tempat-tempat umum di perkotaan, menurut Komite Kelompok Hak Asasi India India di Belanda (ICN) dalam laporannya.

"Tanpa kontrak resmi, para pekerja dieksploitasi, dibayar rendah dan seluruh prosesnya sulit untuk dipetakan," kata kepala organisasi amal TFT India Girish Kowale. Lembaga tersebut mendorong pertambangan di India untuk memperbaiki kondisi perburuhan.

"Tenaga kerja di industri masif ini sangat tidak terorganisasi dan banyak prosesnya merupakan padat karya," tambahnya.

Lebih dari 60 persen pekerja yang diwawancarai mengatakan mereka hanya dilengkapi peralatan keselamatan saat pengawas pemerintah berkunjung, menurut laporan tersebut yang diterbitkan bersama dengan Layanan Konsultasi dan Riset Global India.

Rata-rata tiga sampai empat pekerja tewas dalam kecelakaan tambang di India selatan setiap tahun, laporan tersebut mengutip seorang koordinator serikat pekerja yang mengatakan dan menjelaskan tentang satu orang yang meninggal pada 2016 saat ia jatuh dari jarak 27 meter.

"Hal itu bisa dicegah jika dia memiliki sabuk pengaman yang terikat pada tali itu," katanya sembari meminta pihak pemerintah dan pihak bisnis untuk memeriksa pelanggaran tenaga kerja dalam rantai pasokan mereka.

Puluhan ribu pekerja berisiko tewas atau terluka akibat ledakan atau saat memindahkan batu-batu besar, namun keamanan mereka tidak diprioritaskan dan pedoman keselamatan telah dilanggar, menurut salah satu penulis laporan tersebut yang bernama Davuluri Venkateswarlu.

"Tidak ada helm, tidak ada kacamata, tidak ada sepatu untuk para pekerja," katanya kepada Thomson Reuters Foundation.

Para pelaku kampanye mengatakan bahwa jeratan utang, ketika orang-orang menawarkan mereka untuk bekerja sebagai jaminan terhadap pinjaman atau uutang yang diwarisi dari keluarga, memaksa banyak pekerja untuk tetap tinggal di pertambangan, meskipun dalam kondisi berbahaya.

Di negara bagian Andhra Pradesh, India selatan, Bhimaraju Pathrua yang berusia 45 tahun telah bekerja di sebuah tambang granit selama hampir 30 tahun untuk membayar utang 22.000 rupee India.

Dia menghasilkan 310 rupee India per hari, 5 rupee India adalah yang dia bayarkan ke perantara yang membantunya mendapatkan pekerjaan itu.

Banyak pekerja di negara bagian Telangana mengatakan kepada para peneliti bahwa mereka berutang kepada perekrut mereka antara 10.000 sampai 20.000 rupee India.

Hampir seperempat pekerja tambang yang diwawancarai di negara bagian Telangana dan Karnataka mengatakan mereka direkrut untuk pinjaman dengan suku bunga tahunan hingga 35 persen.

"Kami berharap laporan ini akan menyadarkan sektor granit di India dan seruan untuk bertindak dalam memperbaiki secara drastis kondisi pekerja di pertambangan," ujar direktur ICN Gerard Oonk. 

(Uu.KR-DVI//T008)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017