Solo (ANTARA News) - Warga Nahdlatul Ulama (NU) se-Solo Raya, Jawa Tengah menggelar aksi di jalan menolak kebijakan "full day school" atau sekolah satu hari penuh yang diterapkan oleh pemerintah melalui Permendikbud nomor 23/2017.

"Kami menolak dan menuntut agar permendikbud ini dicabut karena penerapannya berdampak luar biasa bagi pendidikan keagamanaan di Indonesia khususnya untuk pesantren," kata Ketua Pelaksana Aksi KH Muhammad Mahbub di sela aksi di Kawasan Sriwedari, Solo, Kamis.

Ia menilai selama ini pemerintah membuat kebijakan tanpa didasarkan kebutuhan dan tidak didasarkan proses dari bawah.

"Kalau peraturan ini tidak dicabut maka dapat memberengus madrasah diniyah yang ada di Indonesia," katanya.

Berdasarkan data NU, jumlah madrasah diniyah se-Solo Raya yang terdaftar mencapai 400 madrasah diniyah. Sedangkan jika termasuk yang tidak terdaftar jumlahnya mencapai 3.000 - 4.000 madrasah diniyah.

Menurut dia, kebijakan lima hari sekolah hanya akan mendatangkan persoalan, karena semangat lima hari sekolah bukan lagi semangat mengenai Nawacita yang selama ini didengungkan oleh Presiden Joko Widodo.

"Kami sering mendengar anak-anak pulang sekolah sudah dalam keadaan loyo. Apalagi selama ini sekolah hanya memenuhi sisi intelektualitas dan bukan sisi karakter," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Koordinator Daerah NU Solo Raya KH Mubarok menilai, pada akhirnya FDS merupakan "pembunuhan" karakter bagi sekolah yang menerapkan enam hari sekolah.

"Kondisi ini sangat mengancam. Otomatis ada upaya pemerintah menjauhkan anak dari pesantren. Dengan begitu moralitas generasi penerus bangsa akan merosot," katanya.

Sementara itu, pada aksi tersebut ribuan orang dari Ormas NU melakukan aksi dengan berjalan kaki dari Kawasan Sriwedari sampai Bundaran Gladag. Selanjutnya, mereka akan melakukan istighosah di Masjid Agung Solo.

(U.KR-AWA/M028)

Pewarta: Aris Wasita Widiastuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017