Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif LBH Jakarta Alghifari Aqsa menyatakan seharusnya Presiden Joko Widodo yang meminta untuk bertemu dengan Rina Emilda, istri dari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

"Mengenai kepastian kapan bisa bertemu dengan Presiden melalui Johan Budi, menurut saya seharusnya Presiden yang meminta untuk bertemu," kata Alghifari saat konferensi pers terkait perkembangan kondisi kesehatan Novel Baswedan dan penanganan kasus penyerangan Novel di kediaman Novel di kawasan Kepala Gading, Jakarta Utara, Senin.

Konferensi pers itu juga dihadiri oleh Rina Emilda, istri Novel Baswedan, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, aktivis HAM Haris Azhar, Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Putri Kanesia, dan Hasan perwakilan masyarakat di sekitar kediaman Novel.

Ia pun membandingkan dengan peristiwa penyerangan dengan pembacokan terhadap aktivis antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun pada 2010.

"Kami 2010 mendamping Tama aktivis ICW yang dibacok setelah menonton bola dan ketika itu dia baru saja beberapa hari melaporkan kasus rekening gendut pihak Kepolisian ke KPK," tuturnya.

Menurut dia, saat itu tidak sampai satu hari setelah penyerangan itu Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono langsung mendatangi salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan untuk menjenguk Tama.

Kemudian, kata dia, memerintahkan Kapolri dan Kapolda saat itu untuk segera diungkap terkait kasus penyerangan terhadap Tama itu.

"Sebenarnya kalau saya bandingkan harusnya Presiden Jokowi yang bertemu dengan Novel dan keluarga. Tetapi tidak apa lah hari ini keluarga Novel punya fokus dan harapan kalau mereka yang ingin menyampaikan langsung ke Presiden Jokowi walaupun kasus Tama juga tidak terungkap sampai sekarang," ucap Alghifari.

Sebelumnya, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan pihak Istana Kepresidenan belum merespons terkait keinginan istri penyidik KPK Novel Baswedan untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo.

"Kami yang ada di sini itu menyampaikan pernyataan secara lisan kepada pihak Istana, permintaan agar Presiden berkenan menerima Mbak Emil," kata Dahnil saat konferensi pers tersebut.

Menurut Dahnil, dirinya sudah menyampaikannya secara lisan maupun pesan WhatsApp kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno terkait penjadwalan pertemuan tersebut.

"Kemudian beliau menyampaikan akan berusaha menjadwalkan pertemuan Mbak Emil dengan Presiden bahkan belakangan melalui Mas Johan Budi, kami menerima kabar bahwa Presiden meminta kalau nanti sudah dijadwalkan Presiden juga ingin bukan hanya bertemu Mbak Emil tetapi juga Ibu dari Mas Novel," kata Dahnil.

Namun kemudian, kata dia, pihak Istana Kepresidenan berharap ada surat resmi yang diajukan, tidak hanya dalam bentuk penyampaian secara lisan.

"Memang sejak awal kami tidak ingin mengirimkan surat resmi tetapi kemudian karena ada permintaan dari pihak Istana terkait dengan surat resmi itu, kami memutuskan meminta Mbak Emil untuk menulis surat dengan tulisan tangan dan dikirimkan ke Istana," tuturnya.

Selanjutnya, kata dia, pada Senin (21/8) pihaknya sudah mengirimkan surat dan sudah diterima oleh pihak Istana Kepresidenan.

"Kemudian mereka akan menjadwalkan, terakhir saya meminta kepada Pak Pratikno agar kemudian penjadwalan pertemuan Mbak Emil dengan Presiden itu bisa dilakukan setelah tanggal 25 atau sebelum Idul Adha," kata Dahnil.

Namun, kata Dahnil, sampai dengan hari ini dan menjelang Hari Raya Idul Adha, pihaknya belum mendapat kabar lagi apakah kemudian Presiden berkenan menerima Emilda.

Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang pengendara motor di dekat rumahnya pada 11 April 2017 seusai shalat subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Mata Novel pun mengalami kerusakan sehingga ia harus menjalani perawatan di Singapura sejak 12 April 2017.

Novel adalah salah satu penyidik senior KPK yang antara lain menangani kasus korupsi dalam pengadaan KTP-elektronik (KTP-e). 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017