Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan peninjauan kembali atau revaluasi barang milik negara (BMN) dapat memunculkan potensi penerimaan negara.

"Kalau valuasinya naik, kemudian pemanfaatan the best and the highest use, termasuk identifikasi mengenai penerimaan negara bukan pajaknya, itu akan menjadi sangat besar," kata Sri Mulyani dalam Pencanangan Revaluasi BMN di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan pemanfaatan BMN setelah revaluasi tersebut bisa dalam bentuk sewa atau pemanfaatan jasa.

"Sewa dan pemanfaatan jasa yang dilakukan dari aset-aset tersebut tentu akan menimbulkan potensi penerimaan negara," kata Sri Mulyani.

Pemerintah telah memulai pelaksanaan program berskala nasional untuk meninjau kembali barang milik negara agar dapat teridentifikasi dan memiliki valuasi terkini.

Revaluasi BMN akan berlangsung selama dua tahun (2017-2018) dengan melibatkan 313 tim penilai atau lebih kurang 900 pegawai.

Dalam kurun waktu tersebut, pemerintah akan melakukan penilaian terhadap 934.409 unit BMN yang berupa 108.524 bidang tanah, 434.801 gedung dan bangunan, dan 391.084 jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2015.

Sesuai Laporan Barang Milik Negara 2018 (teraudit), nilai BMN tercatat sebesar Rp2.188 triliun. BMN tersebut tersebar di 87 kementarian dan lembaga selaku pengguna BMN dengan sekitar 26.000 satuan kerja (satker) di bawahnya.

Seiring parkembangan ekonomi, nilai BMN tentu telah berubah sehingga perlu dilakukan penilaian kembali. Revaluasi BMN terakhir dilakukan 10 tahun yang lalu, yaitu pada 2007.

"Pada 2007, aset kita Rp229 triliun. Sesudah revaluasi BMN, maka pada 2010 nilai itu menjadi Rp1.244 triliun dan sekarang Rp2.188 triliun. Sisi aset dalam akun neraca yang terakhir sebesar Rp4.779 triliun," kata Sri Mulyani.

Revaluasi BMN diharapkan dapat menghasilkan nilai BMN yang terbaru, basis data BMN yang lebih baik, identifikasi aset menganggur agar dapat dioptimalkan, dan mendorong penggunaan BMN sebagai underlying asset penerbitan SBSN secara lebih efisien.

Mengenai potensi dari peningkatan aset dari sisi nilai BMN setelah revaluasi, Sri Mulyani masih enggan berspekulasi dan memilih untuk menunggu program revaluasi tersebut selesai.

"Kami tidak akan melakukan spekulasi mengenai berapa nilainya. Nanti akan kita ketahui pada 2018 jadi tidak ada proyeksi karena yang paling penting metodenya harus comparable dengan negara-negara lain yang sudah revaluasi," kata dia.

Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017