Jakarta (ANTARA News) - Upaya yang dilakukan Kepolisian RI dengan tim sibernya dalam menindak dugaan pelaku pembuat dan penyebar konten negatif, atau dikenal sebagai kasus Saracen, perlu diapresiasi dalam rangka mewujudkan internet sehat.

"Keberanian Polri untuk mengungkap jaringan-jaringan lainnya tanpa tebang pilih tentu ditunggu masyarakat. Jika ini konsisten dilakukan efek shock therapy bisa diharapkan terwujud," kata Anggota Komisi I DPR RI Sukamta dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Namun, politisi PKS itu mengingatkan bahwa Saracen hanyalah salah satu organisasi akun anonim dari sekian banyak yang bertumbuh memanfaatkan rendahnya literasi masyarakat.

Dia mengingatkan bahwa dalam ajang pemilu atau Pilkada, biasanya semua pendukung dari calon-calon yang ada juga melakukan ujar kebencian atau yang menyinggung SARA.

"Karena itu, pemerintah harus adil dan tidak tebang pilih dalam menindak para pelaku penyebar konten negatif ini," ucapnya.

Sukamta menambahkan, jika momentum itu diharapkan mampu menjadi terapi kejut, maka pemerintah sebaiknya melakukan penindakan terhadap organisasi yang serupa dengan Saracen, yang sangat boleh jadi lebih besar, lebih terorganisasi dan memiliki modal lebih besar.

Lebih lanjut, menurut Sukamta, pemerintah harus segera melaksanakan kebijakan yang bersifat makro untuk memutus mata rantai konten negatif dan hoax.

Pertama, ujar dia, hal tersebut secara serius melakukan edukasi kepada masyarakat sehingga lebih melek media sosial dan internet sehingga mampu menggunakannya dengan bijak dan produktif. Upaya edukasi ini secara masif dapat dilakukan dengan melibatkan dunia pendidikan, institusi keagamaan dan organisasi masyarakat.

Kedua, untuk melakukan tata kelola konten termasuk menindak kejahatan siber seperti ini kita sudah mempunyai UU No. 19/2016 tentang Perubahan UU ITE.

"Pemerintah harus segera menyiapkannya agar pemberantasan konten negatif di dunia maya dapat berjalan dengan pedoman yang jelas dan terarah. Upaya pemerintah yang sedang merevisi PP No. 82 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik perlu diapresiasi. Tapi kita sejak awal juga mendesak pemerintah agar segera membuat peraturan-peraturan yang merupakan amanat UU ITE yang lain termasuk soal pemblokiran sistem elektronik yang mengandung konten negatif yang hingga kini juga belum ada PP-nya," katanya.

Ketiga, lanjut dia, pemerintah perlu membuat aturan yang dapat mengikat kepada provider dan penyedia layanan media sosial untuk melakukan filter terhadap konten negatif dan hoaks.

Dalam hal ini, Sukamta mengusulkan pemerintah perlu membuat tim panel yang melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), tokoh agama, akademisi dan ahli IT sebagai tim yang dapat memberikan masukan konten negatif mana sajakah yang perlu dihentikan dengan penanganan dari provider dan penyedia jasa media sosial.

Sebagaimana diwartakan, Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan apa yang dilakukan kelompok Saracen merupakan kejahatan serius yang harus ditindak tegas, karena konten kebencian tersebut berdampak luas bahkan bisa mengarah pada genosida.

"Pekerjaan kelompok Saracen merupakan kejahatan serius karena implikasi yang ditimbulkan dari konten kebencian adalah ketegangan sosial, konflik, diskriminasi, xenophobia dan kekerasan," kata Hendardi di Jakarta, Senin (28/8).

Menurut Hendardi keberhasilan Direktorat Siber, sebuah direktorat baru yang dibentuk pada Maret 2017, diharapkan dapat berkontribusi mengurangi dan terus mencegah konten-konten kebencian di masa depan.


Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017