Jakarta (ANTARA News) - Kuasa Hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Yusril Ihza Mahendra menegaskan, beredarnya video orasi Muktamar Khilafah HTI tahun 2013, yang dijadikan alat bukti terkait pembubaran ormas Islam itu, dinilai tidak relevan dengan Perppu pembubaran ormas.

"Kalau memang saat itu dianggap bermasalah, harusnya yang mengeluarkan perpu itu di jaman pak SBY. Namun kala itu beliau mengajukan untuk menjadikan rancangan UU ke DPR untuk dibahas bersama dan jadilah UU," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan, video ini tidak relevan karena diambil pada tahun 2013 lalu dan seharusnya saat itu HTI dibubarkan, jika memang terbukti melanggar ideologi Pancasila.

"Perpu itu kan dikeluarkan tahun 2017, sudah empat tahun kemudian. Jadi saya menganggap ada sesuatu yang enggak sepantasnya dilakukan oleh pemerintah," ujar ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB).

Dengan mengacu video itu, lanjut Yusril, tiba-tiba pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 2 tahun 2017. Pengeluaran Perppu itu dengan alasan kegentingan yang memaksa tapi gentingnya tahun 2013 lalu.

"Makanya nggak masuk akal, dari itu saya bertanya kenapa itu dikeluarkan apakah itu propaganda untuk menghancurkan HTI," ungkapnya.

Yusril menilai Perppu ini dikeluarkan tidak atas kegentingan yang memaksa, sebagaimana diatur oleh UUD 45. Pembubaran HTI, menurutnya belum memenuhi syarat adanya kegentingan yang memaksa.

"Ataukah Pemerintah punya target lain untuk membidik ormas-ormas yang berseberangan pendapat dengan Pemerintah?," tambah Yusril.

Atas hal itu, sambung mantan menteri Hukum dan HAM, apa yang dilakukan tersebut menjadi bumerang untuk Presiden Jokowi. Apalagi keterangan yang diberikan pemerintah sangat normatif dengan pasal-pasal perppu yang dibacakan cukup banyak.

"Tapi yang kita harapkan justru bantahan pemerintah terhadap argumentasi yang nanti kita ajukan ke MK. Yaitu tidak ada alasan yang cukup untuk mengatakan kegentingan yang memaksa sehingga presiden mengeluarkan perppu," paparnya.

Ia menilai MK berwenang untuk membatalkan perppu itu, dan mudah-mudahan MK bergerak lebih cepat sebelum DPR bersikap karena kalau DPR menolak perppu itu selesai sudah.

"Cuma kalau DPR menerima, kami juga sudah mempersiapkan diri dengan memperbaiki permohonan, atas perpu yang berubah menjadi undang-undang," ucap Yusril.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017