Jakarta (ANTARA News) - Sosiolog pengamat olahraga Fritz E. Simandjuntak menyebut Indonesia masih mengalami masalah klasik dalam olahraga yang selalu terjadi dari tahun ke tahun.

"Indonesia mengalami masalah klasik dalam olahraga terutama dalam hal Pemusatan Pelatihan Nasional yang mengakibatkan mandeknya prestasi Indonesia dalam ajang internasional," kata Fritz dalam diskusi "Evaluasi SEA Games 2017 menuju Asian Games 2018", Jakarta, Selasa.

Fritz mengungkapkan selama Pemusatan Pelatihan Nasional (Pelatnas) masalah yang muncul yaitu uang saku atlet yang terlambat, biaya akomodasi terlambat, anggaran uji coba ke luar terlambat, peralatan terlambat, lokasi Pelatnas tidak terpusat dan tidak jelasnya pihak yang memimpin dan bertanggungjawab antara Kemenpora, Satlak Prima, KOI serta KONI.

"Akan tetapi saya melihat permasalahan juga sudah terjadi sebelum Pelatnas dimulai," ujarnya.

Seperti, lanjut dia, apakah atlet yang dikirim merupakan yang terbaik di bidangnya mengingat 80 persen cabang olahraga tidak memiliki kompetisi nasional dan internasional di dalam negeri yang berkualitas dan rutin.

Lalu terbatasnya venue untuk latihan dan pertandingan tingkat internasional termasuk untuk anak usia dini, kepengurusan tingkat nasional dan daerah yang tidak aktif, sekolah olahraga semakin tidak menghasilkan atlet bermutu, fasilitas jelek dan masih sangat terbatas jumlahnya.

Perombakan

Menurut Fritz agar bisa terlepas dari masalah klasik yang terus membelitnya, Indonesia harus melakukan perombakan besar-besaran.

Pertama, harus ada target jelas sebagai pembinaan jangka panjang prestasi olahraga yaitu Olimpiade dan Asian Games harus dijadikan rujukan utama sementara cabang yang belum berpeluang meraih medali Olimpiade dan Asian Games diminta fokus dalam SEA Games dan PON.

"Belajar dari China yang sejak 1979 membuat target besar peringkat pertama Olimpiade tahun 2000 dengan program "Jugo Tichi" di mana 150 atlet muda dipersiapkan untuk cabang-cabang terpilih yang disesuaikan dengan keunggulan fisik China yaitu kecepatan, kelenturan, keindahan dan daya lecut," ujarnya.

Cabang tersebut adalah bulu tangkis, tenis meja, angkat besi, atletik, senam, renang, bela diri, termasuk sepak bola dan bola basket yang semakin digemari di China.

Kedua, pemerintah lebih baik membentuk Satuan Pelaksana Pemandu Bakat yang bertugas mencari bakat atlet usia dini dengan melakukan audiensi di beberapa daerah untuk beberapa cabang olimpiade yang pasti akan menggairahkan semangat masyarakat menjadi olahragawan.

Setelah terpilih bakat atlet muda tersebut, lanjut Fritz, langkah selanjutnya adalah pembinaan yang artinya Indonesia harus membangun sekolah olahraga di beberapa daerah dengan fasilitas yang lengkap sebagai pusat pembinaan atlet muda tersebut.

"Hal tersebut harus dilakukan secara stimultan yang disertai dengan menghidupkan kompetisi untuk menjaga tingkat persaingan para atlet dalam pembinaan. Jika hal ini tidak dilakukan saya rasa sulit Indonesia mengejar ketertinggalan prestasi di bidang olahraga ini," kata Fritz menambahkan.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017