Nusa Dua (ANTARA News) - Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo meminta perbankan untuk lebih banyak melakukan sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui instrumen pasar modal, agar likuiditas perbankan lebih terjaga untuk mengekspansi penyaluran kredit.

"Kami bandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, sepeti Thailand, Malaysia, sekuritisasi di Indonesia masih sangat rendah," kata Mardiasmo dalam Seminar PT Sarana Multigriya Finansial "2017 ASEAN Fixed Income Summits" (AFIS) di Nusa Dua, Bali, Rabu.

Mardiasmo mengatakan perbankan memang tampak masih enggan melakukan sekuritisasi aset untuk KPR. Padahal, lanjut dia, KPR untuk segmen masayarakat menengah ke atas seharusnya dapat dilakukan sekuritisasi karena risikonya lebih kecil sehingga dapat memikat investor.

Dengan melakukan sekuritisasi, kata dia, maka perbankan dapat memitigasi risiko ketidaksesuaian ketersediaan likuiditas. Selain itu, kata dia, dengan alternatif pembiayaan dari pasar modal untuk KPR, maka perbankan juga dapat mengelola likuiditasnya agar disalurkan ke kredit lain.

"Dengan sekuritisasi, nanti perbankan akan dapat dana segar lagi. Sehingga nanti lebih banyak pembiayaan yang disalurkan," ujar dia.

Wamenkeu menuturkan sekuritisasi KPR, di antaranya dengan penerbitan Efek Beragunan Aset - Surat Partisipasi (EBA SP), dapat menjadi alternatif cara untuk memenuhi kebutuhan pendanaan bagi kebutuhan perumahan masyarakat. Saat ini, kekurangan kebutuhan perumahan bagi masyarakat (backlog) adalah 11,4 juta unit.

Dari sekian banyak kebutuhan perumahan tersebut, dibutuhkan sumber pendanaan untuk pembiayaan perumahan yang tidak hanya bisa mengandalkan sumber primer seperti KPR dari perbankan namun juga aspek sekunder, salah satunya dari pasar modal.

Mardiasmo mengatakan akan mengajak Otoritas Jasa Keuangan untuk menghimpun strategi agar bisa mendorong perbankan melakukan sekuritisasi.

"Saya juga sebagai ex-officio OJK akan mendorong agar ada terobosan. Karena seperti diminta Presiden (Jokowi), pasar keuangan harus terus diperdalam," ujarnya.

Menurut Mardiasmo, tahun ini pemerintah sudah memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) terhadap PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) sebesar Rp1 triliun untuk membantu pelaksanaan sekuritisasi. Dana tersebut, diharapkan Mardiasmo, dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang berlipat dengan penyerapan dana dari pasar modal melalui instrumen pembiayaan sekunder.

Pembiayaan sekunder

Sementara itu,Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo mengatakan potensi investasi untuk ditanamkan pada instrumen pembiayaan sekunder seperti EBA SP terus meningkat, apalagi setelah Indonesia mendapat peringkat layak investasi dari tiga lembaga pemeringkat internasional.

"Pembiayaan sekunder untuk perumahan termasuk dalam fixed income market. Dalam lima tahun terakhir pasar fixed income di negara-negara Asia rata-rata tumbuh dan berkembang dengan imbal hasil yang tipis. Sementara pasar fixed income Indonesia masih tumbuh dengan imbal hasil yang lebih tinggi," ujarnya.

Selain itu, ujar dia, potensi pembiayaan perumahan di Indonesia juga masih sangat besar untuk diterbitkannya EBA KPR.

"Sehingga investor harusnya bisa berinvestasi pada efek yang diterbitkan oleh PT SMF baik berupa Surat Utang Korporasi maupun EBA-SP," ujarnya.

SMF sebagai lembaga negara untuk mengembangkan pembiayaan sekunder sejak 2005 mengalirkan dana dari pasar modal ke Penyalur KPR sampai dengan 30 Juni 2017 mencapai Rp32,64 triliun, terdiri atas sekuritisasi Rp8,155 triliun, dan penyaluran pinjaman sebesar Rp24,4 triliun, dengan jumlah 672.109 debitur.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017