Jakarta (ANTARA News) - Digitalisasi sistem penyelenggaraan jaminan sosial menjadi suatu keharusan untuk membuat semuanya menjadi transparan, baik dari sisi penyelenggara, pengusaha maupun pekerja.

Direktur Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial, Kemenaker, Wahyu Widodo di diskusi Evaluasi Dua Tahun Penyelenggaraan Jaminan Sosial di Era Digitalisasi yang diselenggarakan ILO di Jakarta, Kamis, mengatakan sistem digital memudahkan pekerja untuk mengakses informasi kepesertaannya.

Pekerja, ujar Wahyu, bisa mengetahui apakah dirinya sudah terdaftar atau tidak, diikutkan di semua program atau tidak dan didaftarkan dengan upah yang sebenarnya atau tidak.

Kepala Divisi Pengelolaan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Zainuddin, yang juga tampil sebagai pembicara mengatakan pihaknya sudah menggunakan sistem komunikasi digital untuk memudahkan dan meningkatkan kualitas pelayanan.

Setiap pekerja bisa mengakses website resmi BPJS Ketenagakerjaan, bpjsketenagakerjaan.go.id atau versi mobile m.bpjsketenagakerjaan.go.id untuk mengecek kepesertaannya.

Dengan mengakses alamat tersebut, semua pertanyaan terkait kepesertaan, program, besaran iuran dan klaim serta manfaaat tambahan bisa dilihat dan dipertanyakan.

Tidak hanya itu, BPJS Ketenagakerjaan juga sudah menjalin kerja sama dengan 1.355 merchant yang memberi diskon pada produk bahan pokok, pupuk, hotel, hiburan, aksesoris, tiket dan lain sebagainya.

Zainuddin juga menginfomasikan bahwa terdapat 87,8 juta pekerja yang potensi dan memenuhi syarat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, sementara peserta yang terdaftar sebanyak 42,7 juta (48,61 persen) yang bekerja di 414.027 perusahaan.

Dari jumlah tersebut, terdapat 24 juta (27 persen) yang aktif membayar iuran.

Zainuddin mengatakan saat ini masih banyak perusahaan yang mendaftarkan sebagian pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan. Tidak hanya itu, masih banyak juga yang mendaftarkan sebagian dari empat program (Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun) dan mendaftarkan sebagian upah.

Sistem digitalisasi membuka informasi lebih masif tentang perusahaan yang melanggar peraturan perundangan tersebut.

Di sisi lain, Zainuddin juga memaparkan tidak semua perusahaan, terutama kecil dan menengah (UKM), yang membayarkan upah sesuai dengan upah minimum. Pada kondisi tertentu, UMP dinilai memberatkan perusahaan tersebut dan sebagai ikutannya mereka enggan mendaftarkan pekerja ke BPJS Ketenagakerjaan.

"Kondisi ini adalah masalah bersama yang membutuhkan jalan keluar yang tidak merugikan pekerja," ucap Zainuddin. 

Pewarta: Erafzon SAS
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017