Palu (ANTARA News) - Universitas Tadulako (Untad) Palu saat ini telah memiliki sekitar 750 kader anti radikalisme yang dinyatakan lulus dalam program pelatihan deradikalisasi yang dilaksanakan oleh Pusat Pengembangan Deradikalisasi dan Penguatan Sosial Akademik (Pusbang DePSA) tahun 2017.

"Ini hasil dari angkatan ke-I sebanyak 200 orang, angkatan ke-II sebanyak 250 orang dan angkatan ke-III sebanyak 300 orang," kata Rektor Untad, Muhammad Basir usai pengukuhan alumni Puspang DePSA angkatan ke-III di satu hotel di Palu, Minggu.

Rektor menyatakan mereka merupakan kader terbaik, yang akan mengisi lembaga-lembaga kemahasiswaan di Untad, baik di tingkatan fakultas, maupun universitas di tahun-tahun mendatang.

"Karena selama ini, kita identifikasi masuknya paham radikal itu, melalui lembaga kemahasiswaan. Jadi kepemimpinan lembaga itu yang disusupi, sehingga yang rawan adalah ketua-ketua lembaga," ungkap Rektor.

Rektor berharap agar mereka yang telah selesai menjalani pelatihan dapat menjadi orang yang layak diberi amanah, dipercaya, layak menjadi pemimpin untuk menjaga nilai-nilai kebersamaan di Untad.

Selain itu, mereka yang menjadi kader anti radikalisme, dapat menjadi pioner yang akan menularkan hal-hal positif serta kreativitas kepada mahasiswa yang lain.

Bagi Rektor, kegiatan itu merupakan salah satu cara atau model yang dilakukan universitas, dalam menyikapi kegalauan nasional tentang radikalisme.

Untad, tidak hanya sebatas deklarasi-deklarasi saja, tetapi terus memberikan penguatan bagi pintu masuknya paham radikal tersebut, kata rektor. "Kegiatan ini akan kita lanjutkan kembali di tahun 2018," katanya.

Khusus di angkatan ke-III itu, hadir sebagai narasumber staf khusus Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Abdul Wahid Maktub. Ia memberikan apresiasi atas terobosan yang telah dilakukan Untad, dalam menghadang paham-paham radikal, yang mencoba menyusup ke tingkatan mahasiswa di kampus.

Bagi pria yang disapa Gus Wahid itu, persoalan radikalisme, bukan hanya menjadi persoalan nasional, tetapi juga menjadi persoalan dunia internasional.

Sejumlah materi yang akan diberikan yakni manajemen risiko berkehidupan, membangun jiwa kepemimpinan, Pancasila sebagai ideologi Negara dan kesadaran berkonstitusi dengan Nagera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kemudian, sejarah radikalisme, gerakan sosial di Indonesia dan ancaman destruktif terhadap keutuhan bangsa serta penguatan etika dan kulture intelektual.

(T.KR-FZI/A029)

Pewarta: Fauzi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017