Jakarta (ANTARA News) - Laman resmi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang hingga Jumat pukul 14.30 belum dapat diakses, diduga diretas sejak Kamis (14/9) petang.

Peretasan itu disebut-sebut terkait dengan terbitnya sanksi yang dijatuhkan kepada klub Persib terkait aksi suporternya yang melakukan koreografi "Save Rohingya" pada saat laga Maung Bandung melawan Semen Padang, Sabtu (9/9).

"Sampai saat ini, kami masih memperbaiki website PSSI. Tentu sangat disayangkan adanya pembajakan website ini," kata Kepala Relasi Media dan Promisi Digital PSSI Gatot Widakdo, Jakarta, Jumat.

Kepada Persib, Komisi Disiplin PSSI telah menjatuhkan sanksi berupa denda sebesar Rp50 juta kepada Persib sesuai dengan surat bernomor 92/L1/SK/KD-PSSI/IX/2017 pada hari Kamis (14/9). Komdis PSSI menyebutkan bahwa konfigurasi yang dilakukan bobotoh jelas merupakan pelanggaran.

Dengan keluarnya sanksi yang dijatuhkan terhadap Persib, Gatot mengatakan bahwa hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan Komite Disiplin berdasarkan kode disiplin sepak bola.

"Kami menghargai dan menghormati solidaritas untuk saudara kita di Rohingya. Namun, harus dimengerti sepak bola tidak boleh dicampuri dengan masalah lain di luar nilai-nilai olahraga. Oleh karena itu, suporter tidak boleh membawa atribut atau pesan yang tidak berkaitan dengan sepak bola atau olahraga dalam pertandingan," ujarnya.

Gatot menegaskan, kejadian seperti yang dialami Persib ini bukan hal yang baru dalam dunia sepak bola. Ia mencontohkan yang pernah dialami klub Skotlandian Celtic FC dari Badan Sepak Bola Tertinggi Eropa (UEFA).

"UEFA menjatuhkan denda sebesar 10.000 euro (sekitar Rp145 juta) kepada Celtic FC. Ini karena tindakan suporter mereka mengibarkan bendera Palestina dalam pertandingan Kualifikasi Liga Champions melawan tim Israel, Hapoel Beer-Sheva, 18 Agustus 2016. UEFA menganggap bendera tersebut sebagai spanduk terlarang dan dianggap melanggar Kode Disiplin UEFA Artikel 16 Ayat 2," ucap Gatot.

Selain itu, Gatot pun mencontohkan kejadian yang pernah dialami oleh pesepak bola asal Denmark Nicklas Bendtner yang juga terkena sanksi denda 80.000 poundsterling gara-gara sengaja menurunkan celananya agar merek celana dalam yang dipakainya dilihat penonton.

"Demikian juga dengan pesepak bola Brasil Neymar. Dalam olahraga tindakan ini disebut ambush marketing (iklan terselubung). Jadi, bukan cuma urusan politik, agama, dan SARA, penyampaian pesan marketing pun dilarang dalam sepak bola," ucapnya.

Gatot berharap kejadian itu menjadi pelajaran yang membuat masyarakat dan PSSI bisa bekerja sama dan saling mendukung dalam menjaga nilai-nilai sepak bola.

Untuk menjaga muruah sepak bola, menurut dia, bukanlah pekerjaan yang ringan. PSSI yang sudah diberi mandat oleh masyarakat pun tidak bisa jalan sendirian. Harus ada dukungan dan kesadaran semua pihak karena sepak bola Indonesia bukan hanya milik PSSI, melainkan juga masyarakat Indonesia.

"Oleh karena itu, harus kita jaga bersama-sama," katanya.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017