... sejajar dengan Brazil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara lain ASEAN...
Jakarta (ANTARA News) - Saat ini dianggap sebagai waktu yang tepat bagi industri tekstil berinvestasi di Indonesia atau memperluas kapasitas industrinya.




“Industri tekstil juga menjadi salah satu industri prioritas, sehingga masuk dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional pada 2015 sampai 2035,” kata Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, melalui keterangannya di Jakarta, Jumat.




Airlangga menyampaikan hal ini saat menghadiri konferensi tahunan ITMF-International Textile Manufacturers Federation, di Bali.




Sebab, lanjutnya, berdasarkan data United Nations Industrial Development Organization yang dipublikasi pada 2017, bahwa pada 2016, Indonesia menduduki peringkat nomor 9 di dunia untuk Manufacturing Value Added.




Posisi ini sejajar dengan Brazil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara lain ASEAN.




Itu sebabnya, lanjut Airlangga, Kementerian Perindustrian memasukkan mereka dalam kategori industri berorientasi ekspor dan sektor industri padat karya. 




Sebagai salah satu upaya mendorong daya saing industri, Kemenperin mendorong pendidikan vokasi, melalui link and match dan juga training 3 in 1, yang salah satunya diterapkan juga kepada sejumlah industri TPT di dalam negeri.




​Dalam konferensi internasional yang dihadiri antara lain oleh Presiden The International Textile Manufacturers Federation, Jaswinder Bedi itu, dikemukakan juga  pentingnya industri tekstil dan apparel termasuk sektor industri alas kaki di Indonesia.




Dengan menyerap 2,69 juta tenaga kerja langsung, sektor ini menghasilkan surplus senilai 11,78 miliar dollar AS (8,2 persen dari ekspor nasional) dan berkontribusi 11,6 persen kepada GDP nasional pada 2016.




Saat ini, produksi tekstil Indonesia mencapai 6,62 juta ton, dengan total investasi mencapai Rp234,3 triliun, dan menyerap 2,69 juta tenaga kerja. 




Berdasarkan target Kementerian Perindustrian, nilai ekspor industri tekstil di tahun 2019 ditargetkan mencapai Rp15 miliar dengan menyerap 3,11 juta tenaga kerna, sehingga dibutuhkan tambahan investasi baru dan ekspansi di masing-masing sektor.




Adapun, perdagangan industri tekstil Indonesia didominasi oleh produk pakaian senilai 6,8 juta dollar AS dan benang senilai 1,6 juta dollar AS pada 2016.




​Direktur Industri Tekstil Kulit Alas Kaki dan Aneka Kementerian Perindustrian, Muhdori, menyampaikan, sejumlah hambatan non tarif sudah tidak menjadi penghalang lagi, sehingga industri tekstil dan produk tekstil Indonesia mampu menembus sejumlah pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat. 




Hal itu sejalan dengan tahapan pada negosiasi Free Trade Arrangement antara Indonesia dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat.




​ “Negara-negara tersebut sudah mengakui kualitas produk TPT Indonesia yang sangat bagus, mampu memenuhi selera konsumen di negara impornya," kata Muhdori.




Selain itu, lanjutnya, produk asal Indonesia juga sudah mampu memenuhi selera para fashion designer baik di dalam negeri dan juga di pasar internasional. 




"Bahkan organisasi internasional seperti Organisasi Perburuhan Internasional sudah mengakui, Indonesia sebagai negara yang tidak melanggar aturan hak azasi internasional di bidang perlindungan tenaga kerja," katanya. 

Pewarta: Sella Gareta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017