Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima surat dari keluarga Setya Novanto terkait ketidakhadiran Ketua DPR RI itu pada pemanggilan kedua untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus korupsi di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Sebelumnya, Setya Novanto (SN) juga tidak hadir pada pemanggilan pertama untuk diperiksa sebagai tersangka kasus KTP-e pada Senin (11/9) karena sakit dan akan dijadwalkan ulang pada Senin (18/9).

"Surat dari pihak keluarga SN sedang dalam proses diteruskan ke bagian penindakan. Pagi ini masuk di bagian persuratan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.

Sebelumnya, politisi Partai Golkar Nurul Arifin menginformasikan bahwa Setya Novanto masih merasakan vertigo di sebelah kanan kepala.

"Pagi ini Bapak akan masuk Ruang Angiogragi untuk dilakukan tindakan katerisasi yang direkomendasikan pasca pemeriksaan MSCT atau calcium score. Karena sebelumnya sudah ditemukan juga adanya plak di jantung," kata Nurul di Jakarta, Senin.

Saat ini, kata Nurul, Setya Novanto sudah berada di Rumah Sakit Premier Jatinegara Jakarta Timur setelah sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Siloam Semanggi, Jakarta Selatan.

"Saat ini Bapak sudah berada di Rumah Sakit Premier. Kami berharap yang terbaik untuk Bapak," kata dia.

KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.

KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri.

Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Setya Novanto juga telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sidang perdana praperadilan Novanto yang sedianya dijadwalkan pada Selasa (12/9) ditunda dan dijadwalkan kembali pada Rabu (20/9).

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017