Jakarta (ANTARA News) - Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham meyakini ketua umum partainya, Setya Novanto, akan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bila kondisi kesehatannya sudah pulih.

"Kami meyakini sikap kooperatif pak Novanto secara konsisten ditunjukkan dan akan dilaksanakan (penuhi panggilan KPK)," kata Idrus Marham di kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin.

DPP Partai Golkar menghormati proses hukum yang dilakukan oleh KPK, tetapi pada saat yang sama Golkar juga meminta agar bisa memahami realitas yang dialami Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, di mana saat ini kondisinya tidak memungkinkan memenuhi panggilan KPK yang kedua ini.

"Selama ini kita tahu bahwa pada awalnya Setya Novanto memang mengalami vertigo, namun setelah dilakukan pemeriksaan dan evaluasi ada flek di bagian otak sebelah kanan, yang berpengaruh pada fungsi ginjal. Karena kreatininnya sangat tinggi, maka memengaruhi fungsi ginjal. Bahkan bukan hanya ginjal, tetapi berpengaruh pada jantung," katanya.

"Ini sudah dilakukan tindakan. Kita doakan agar kembali pulih dan Pak Novanto sebagai ketum Partai Golkar dan Ketua DPR sangat kooperatif terhadap penegakan hukum yang ada," ujar Idrus.

Ia mengakui pada panggilan pertama yang dilakukan KPK, Setya Novanto tidak hadir karena sedang sakit.

"Atas saran dokter, pak Novanto tidak memenuhi panggilan KPK yang pertama. Tentu KPK tidak mungkin melakukan pemeriksaan bila kondisi kesehatan Pak Novanto tidak memungkinkan," katanya.

KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.

KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri.

Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Setya Novanto juga telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sidang perdana praperadilan Novanto yang sedianya dijadwalkan pada Selasa (12/9) ditunda dan dijadwalkan kembali pada Rabu (20/9).

(S037/I007)

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017