Jakarta (ANTARA News) - Pendampingan yang dilakukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), meningkatkan kapasitas dan posisi tawar petani pengelola usaha perhutanan sosial sehingga mengoptimalkan manfaat dari komoditas hasil hutan yang diproduksi.

Kepala KPH Batu Lanteh, Sumbawa, Nusa Tenggara Timur (NTT) Julmansyah, kemarin mengungkapkan, setelah adanya pendampingan, masyarakat kini bisa memanfaatkan madu lebah trigona yang dulunya tak dimanfaatkan.

"Setelah adanya pendampingan dan pelatihan, masyarakat dapat memperoleh nilai lebih. Bahkan tahun lalu transaksinya mencapai Rp47 juta," kata Julmansyah, ketika dihubungi dari Jakarta.

Sebelumnya pola pendampingan dan kemitraan yang dilakukan KPH dan masyarakat pengelola usaha perhutanan sosial juga dipaparkan, pada Dialog "Masyarakat Sejahtera Hutan Lestari: Penguatan Bisnis Kehutanan Berbasis Komunitas" yang diselenggarakan oleh Multistakeholder Forestry Programme 3 (MFP 3) saat Festival Perhutanan Sosial Nusantara (PESONA) 2017 lalu (7/9).

Ketua Kelompok Madu Hutan Sumbawa Sahabudi menjelaskan, berkat sosialiasi dan pendampingan KPH, anggota kelompoknya kini mengetahui potensi lilin lebah (beeswax), produk lain dari budidaya lebah madu.

KPH sebagai unit pengelola hutan di tingkat tapak juga membantu untuk membuka pasar produk yang dihasilkan.

"Dulu kami tidak tahu beeswax ada nilainya sehingga terbuang percuma," katanya.

Perwakilan PT Wira Usaha Bali, Galih menuturkan, pihaknya selama ini mengalami kekurangan pasokan lilin lebah, bahkan sampai harus mengimpor dari China.

Melalui fasilitasi KPH, pihaknya bisa bertemu dengan kelompok usaha madu masyarakat di Sumbawa untuk memenuhi kebutuhan lilin lebah.

Kepala Sub Direktorat Penataan KPH Produksi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Maidiward menjelaskan pihaknya terus membina KPH dengan berbagai pelatihan dan bimbingan teknis.

Pada Juli 2017, KLHK telah membentuk beberapa Forum Bisnis untuk mempertemukan penjual dan pembeli agar terjadi keberlanjutan pasar.

KLHK juga telah meneken nota kesepahaman dengan beberapa pemerintah provinsi terkait untuk melakukan percepatan pengembangan ekonomi berbasis masyarakat di wilayah kelola KPH.

Sementara itu Ketua Teknis Pengembangan Wira Usaha Kehutanan MFP 3 Widya Wicaksana menyatakan tantangan terbesar setelah pemberian izin perhutanan sosial adalah bagaimana agar izin tersebut benar-benar memberi manfaat, tidak sekadar berhenti pada pemberian izin.

"Untuk itu perlu ada pendampingan dari berbagai pihak. Butuh pendekatan yang Integratif dan Kolaboratif dalam Pengembangan Perhutanan Sosial," ujarnya.

Pewarta: Subagyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017