Jombang (ANTARA News) - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan bahwa peran kiai dan santri dalam memperjuangkan kemerdekaan sangat besar, sehingga diharapkan dari sejarah akan semakin menumbuhkan kebersamaan baik antara santri, rakyat, dan TNI.

Panglima mengingatkan peran santri juga sangat besar, misalnya saat mempertahankan NKRI dari serangan sekutu. Mereka ikut berperang demi menghancurkan penjajah.

"Sebagai Panglima TNI, saya ingatkan, yang membunuh Jenderal Mallaby bukan TNI. Yang membunuh (Mallaby) itu santri. Yang menurunkan bendera (Belanda) di Hotel Orange juga santri, bukan TNI," katanya saat berkunjung ke Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin.

Ia mengatakan sengaja datang ke Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang. Selain silaturahim, juga ingin ziarah ke makam para pendahulu. Di pesantren tersebut terdapat makam para ulama, misalnya KH Hasyim Asyari yang juga pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama, KH Wahid Hasyim yang merupakan tokoh Islam, KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, yang merupakan mantan Presiden.

Panglima juga mengajak seluruh jajaran TNI untuk mengenang jasa para pahlawan dengan tradisi ziarah. Tradisi itu rutin dilakukan bebeberapa tahun terakhir, terutama dilakukan dalam rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-72 TNI.

Ia mengatakan, ziarah tersebut dilakukan dengan maksud untuk mengingatkan pada prajurit agar mencontoh jiwa juang yang diwariskan para pendahulu. Mereka tidak gentar menghadapi musuh, bahkan jika harus mengorbankan nyawa.

"Kami mentradisikan ziarah ke makam para mantan Presiden Republik Indonesia yang merupakan Panglima Tertinggi TNI dan juga Jenderal Soedirman. Kami juga berdoa agar beliau semua menjadi pahlawan dan syuhada," katanya.

Ia juga menceritakan kontribusi para ulama juga sangat besar dalam upaya mempertahankan NKRI dari penjajah, termasuk peran dari KH Hasyim Asyari. Atas petunjuk ulama, keluarlah keputusan resolusi jihad yang berhasil menghalau penjajah.

"Saat mendapatkan informasi bahwa sekutu akan mendarat di Surabaya, Pak Dirman melapor kepada Bung Karno dan meminta solusi kepada Kiai Hasyim. Kiai Hasyim tidak langsung menjawab, tapi beliau salat istikharah dulu. Lalu ditetapkanlah fatwa (Resolusi) Jihad," ujar mantan Pangkostrad ini.

Saat itu, tambah dia, semua alumni Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, yang sudah menyebar di berbagai daerah dan berjumlah sekitar 20 ribuan orang, datang lagi dan berkumpul untuk bersama-sama melakukan perlawanan terhadap sekutu.

Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Kiai Abbas dari Buntet, Jawa Barat, atas perintah Kiai Hasyim, berlangsung pada 10 November 1945 dan dikenal sebagai Hari Pahlawan.

"Seharusnya serangan dilakukan pada 9 November. Tapi Kiai Hasyim meminta semuanya menunggu kedatangan Singa dari Jawa Barat (julukan untuk Kiai Abbas)," kata pria kelahiran 1960 ini.

Dalam peringatan HUT Ke-72 TNI ini, tema yang diusung adalah "Bersama rakyat, TNI kuat". Tema tersebut diambil juga merujuk pada sejarah yang tercatat selama ini.

Dalam ziarah tersebut, Panglima dan jajarannya. Selain itu, juga ikut serta Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Wakil Bupati Jombang Mundjidah Wahab. Kehadiran Panglima TNI dan seluruh jajarannya tersebut disambut oleh Wakil Pengasuh Pesantren Tebuireng KH Abdul Hakim Mahfudz dan Ketua Majelis Keluarga Tebuireng KH Mohammad Hasyim Karim. Tampak hadir juga adik kandung Gus Dur Hj Lily Wahid dan seluruh keluarga besar Pesantren Tebuireng.

Sebelumnya, rombongan Panglima TNI ziarah ke makam mantan Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Rombongan menggunakan jalur darat ke Jombang, untuk ziarah ke makam mantan Presiden Gus Dur.

Pewarta: Destyan Hendri Sujarwoko/ Asmaul Chusna
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017