Jakarta (ANTARA News) - Dosen pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Hamim Ilyas mengatakan media "mainstream" harus menjaga objektivitas dalam menyuguhkan berita dan informasi agar tetap dipercaya publik.

Menurut dia, ada bahaya besar apabila publik kehilangan kepercayaan kepada media mainstream dan beralih penuh ke media sosial yang justru lebih rawan digunakan untuk menyebarkan berita bohong (hoax).

"Masyarakat akan mudah diadu domba dan termakan isu," ujar Hamim yang juga Wakil Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah di Jakarta, Senin.

Menurut dia tantangan terbesar media mainstream untuk menjaga objektivitas adalah intervensi pemilik modal. Namun, untuk tetap menjadikan pers sebagai pilar keempat demokrasi maka pemilik modal harus mau menjaga objektivitas medianya.

Saat ini, menurut dia, harus diakui bahwa upaya adu domba tidak hanya dilakukan melalui media sosial, bahkan media mainstream pun ikut melakukannya.

Di sisi lain, kata pria yang juga dosen Magister Studi Islam (MSI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini, gerakan literasi media juga harus digalakkan agar masyarakat mampu menyaring informasi yang diterimanya, terlebih dengan berkembangnya internet.

"Dengan berkembangnya internet sekarang ini orang berkecenderungan untuk berpikir dangkal, tidak mau berpikir yang mendalam. Ini menjadi tantangan dunia pendidikan sehingga sekarang dunia pendidikan harus menanamkan kecerdasan bermedia," ujarnya.

Yang tidak kalah penting, kata Hamim, penegakan hukum terhadap pelaku penyebar berita bohong dan penghasut harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Pengalaman menunjukkan bahwa beberapa kasus konflik yang terjadi di negara ini juga karena media sosial,

"Setelah Saracen itu ditemukan maka hoax di medsos itu turun sampai 50 persen," kata Hamim menyakinkan bahwa penegakan hukum penting untuk menekan peredaran berita bohong.

Hal lain yang harus diperhatikan di dalam upaya merawat NKRI dan kebinekaan bangsa ini menurut Hamim adalah dengan menjaga kearifan lokal dan budaya, mengingat intervensi peradaban Barat dan juga negara lain sudah sedemikian rupa.

"Kalau kearifan lokal itu hilang tidak ada lagi kebanggan bagi bangsa kita. Kearifan lokal ini juga sebagai upaya kita untuk merawat NKRI dan kita harus bangga dengan banyaknya budaya yang ada di negeri kita," ujar dia.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017