Jakarta (ANTARA News) - Dokter yang menangani Setya Novanto di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur memperkirakan bahwa kondisi kesehatan ketua DPR itu sudah memungkinkan untuk ia menjalani pemeriksaan hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebelumnya, tim penyidik dan dokter KPK sudah mendatangi Setya Novanto dan dokter yang merawatnya di Rumah Sakit Premier Jatinegara pada Senin (18/9).

"Dokter KPK juga menanyakan apakah pasien bisa dilakukan pemeriksaan. Kami bertanya kepada dokter spesialis jantung yang menangani Setya Novanto dan kemudian dijawab bahwa pemeriksaan diprediksikan bisa dilakukan, namun harus melihat perkembangan kondisi sampai besok Rabu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, Febri menyatakan bahwa pada saat mengecek kondisi Setya Novanto di Rumah Sakit Premier Jatinegara, tim dokter KPK berkoordinasi dengan dokter operator di rumah sakit tersebut.

Kemudian, kata dia, tim dokter KPK meminta beberapa informasi dan keterangan terkait dengan informasi-informasi medis yang berhubungan dengan Setya Novanto.

"Jadi, secara umum memang sudah dilakukan tindakan pemeriksaan jantung dan juga pemasangan ring terhadap pasien dan disampaikan juga oleh dokter pemasangan ring tersebut berjalan secara baik. Setelah itu pasien harus beristirahat terlebih dahulu di salah satu ruangan," kata Febri.

Selain itu, kata Febri, tim dokter KPK juga melihat Setya Novanto sedang istirahat di ruangan itu dan tidak menggunakan infus ataupun oksigen.

"Informasi yang kami dapatkan saat istirahat tidak menggunakan infus ataupun oksigen, istirahat itu dibutuhkan untuk melihat apa akibat dan efek-efek dari pasca tindakan medis dilakukan," ucap Febri.

Sebelumnya, Setya Novanto dua kali tidak hadir untuk diperiksa KPK sebagai tersangka pada Senin (11/9) dan Senin (18/9) dikarenakan sakit.

KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.

KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri.

Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Setya Novanto juga telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sidang perdana praperadilan Novanto yang sedianya dijadwalkan pada Selasa (12/9) ditunda dan dijadwalkan kembali pada Rabu (20/9).

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017