Ukhia (ANTARA News) - Bangladesh meluncurkan program pengendalian kelahiran di kamp-kamp pengungsi Rohingya yang penuh sesak karena khawatir lonjakan populasi mereka akan memperburuk krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung di sepanjang perbatasannya.

Tim keluarga berencana telah dikerahkan untuk menyampaikan imbauan dan mendistribusikan kondom serta alat kontrasepsi lain di seluruh kamp, yang sudah kedatangan 420.000 pengungsi Rohingya sejak 25 Agustus.

Pihak berwenang sudah mengidentifikasi 70.000 ibu baru dan calon ibu di antara pengungsi yang baru datang dari Myanmar, dan khawatir tekanan terhadap penduduk dapat memburuk dalam beberapa bulan mendatang tanpa intervensi.

"Mereka punya enam, tujuh, delapan, sembilan, 10 anak," kata Pintu Kanti Bhattacharjee, kepala departemen keluarga berencana pemerintah di Distrik Cox’s Bazar, tempat kamp tersebut berlokasi.

"Kami sangat khawatir. Jika mereka di sini enam bulan sampai setahun ke depan, 20.000 anak lagi akan lahir," katanya pada Selasa (19/9).

Ibu baru, ibu hamil dan keluarga besar yang memiliki lebih dari 10 anak adalah pemandangan yang tidak langka di kamp-kamp tersebut.

Bangladesh membangun sebuah kamp besar baru untuk mengakomodasi ratusan ribu pendatang baru yang melarikan diri dari kekerasan Myanmar di sepanjang perbatasannya.

Seluruh keluarga tidur di luar dan duduk-duduk di areal pertanian, tepi jalan dan gedung-gedung kosong, bersaing demi mendapatkan makanan, tempat berlindung, dan kebutuhan pokok lain saat jumlah pengungsi meningkat.

Bhattacharjee mengatakan para petugas di lapangan "memberikan konseling" mengenai keluarga berencana kepada pengungsi Rohingya yang baru datang dan berusaha mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.

Para petugas di lapangan mendistribusikan alat kontrasepsi kepada pria dan perempuan dan hasilnya beragam, kata dia.

Mujibur Rahman, pria Rohingya di kamp pengungsi Kutupalong di Ukhia, menyambut baik pemberian kondom dan pil kontrasepsi yang dia terima beserta satu panduan.

"Ini jelas akan membantu kami," kata pria 25 tahun itu kepada AFP.

Namun yang lain tidak begitu pasti.

"Saya kira ini paket makanan," kata Mohammad Mostafiz, pria Rohingya berusia 40 tahun yang punya dua istri dan 14 anak.

Ia menganggap memiliki banyak anak sebagai bagian dari perintah agama dan menggunakan obat untuk mencegah kelahiran adalah dosa. "Saya pikir keluarga saya tidak akan menggunakan ini."

Bangladesh mendapat pujian atas usahanya menangani krisis yang meningkat, namun kelompok-kelompok bantuan mengingatkan situasinya masih sangat buruk.

Polisi pada Selasa membongkar gubuk-gubuk liar dan membubarkan kerumunan pengungsi di sekitar Kutupalong, salah satu kamp terbesar dengan jalanan penuh pengungsi dan antrean panjang lalu lintas mengular dari pusat-pusat bantuan.

Polisi mengingatkan mereka yang berkumpul di tepi jalan bisa ditangkap kalau menolak pindah.

Pemerintah sudah berusaha mengumpulkan para pengungsi ke tempat-tempat yang ditentukan, khawatir kota-kota terdekat akan kewalahan kalau mereka pergi tanpa pemeriksaan. (kn)


Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017