Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memastikan penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 akan memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan kesederhanaan terkait pengenaan pajak penghasilan.

"PP ini memberikan kepastian hukum dan kesederhanaan terkait pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final atas penghasilan tertentu," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.

Hestu mengatakan penerbitan PP ini merupakan tindak lanjut dari penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 mengenai Pengampunan Pajak dan konsekuensi lanjutan dari penerapan program amnesti pajak yang telah berakhir pada akhir Maret 2017.

Ia menjelaskan peraturan mengenai pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan tertentu berupa harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan ini akan diberlakukan terhadap tiga jenis kategori Wajib Pajak.

Wajib Pajak tersebut antara lain peserta program amnesti pajak yang belum melaporkan seluruh harta dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) dan peserta program amnesti pajak yang gagal melaksanakan komitmen repatriasi atau investasi dalam negeri.

Selain itu, peraturan ini juga berlaku kepada para Wajib pajak yang bukan peserta amnesti pajak dan belum mengungkapkan seluruh harta yang harus disampaikan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.

"PP ini memberikan rasa keadilan bagi WP yang sudah melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar, termasuk bagi peserta amnesti pajak, melalui pemerataan beban pajak kepada WP yang belum melaksanakan kewajiban pajak dengan benar dan tidak mengikuti amnesti pajak," tutur Hestu.

Skema tarif pajak penghasilan final yang dikenakan kepada tiga jenis kategori Wajib Pajak tersebut adalah sebesar 25 persen untuk kelompok Wajib Pajak Badan dan sebesar 30 persen untuk Kelompok Wajib Pajak Orang Pribadi.

Namun, DJP mengenakan tarif pajak penghasilan final yang lebih ringan yaitu sebesar 12,5 persen bagi kelompok Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi yang memenuhi persyaratan.

Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tersebut antara lain memiliki penghasilan bruto dari usaha atau pekerjaan bebas hingga Rp4,8 miliar serta mempunyai penghasilan bruto selain dari usaha atau pekerjaan bebas hingga Rp632 juta.

Selain itu, Wajib Pajak itu mempunyai penghasilan bruto selain dari usaha atau pekerjaan bebas hingga Rp632 juta, dan dari usaha atau pekerjaan bebas, yang secara total jumlah penghasilan bruto dari keduanya paling banyak sebesar Rp4,8 miliar.

"Penerapan tarif ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa WP tersebut masih perlu dibina dan dikembangkan, tanpa dibebani pajak yang tinggi," ujar Hestu.

Hestu menambahkan Wajib Pajak yang masih belum melaporkan harta yang belum dilaporkan dalan SPT Tahunan dan tidak mengikuti program amnesti pajak, masih bisa melakukan pembetulan SPT Tahunan dan melaporkan harta serta penghasilan dan pajak yang harus dibayar.

"Selama belum dilakukan pemeriksaan, WP masih dapat melakukan pembetulan SPT dengan melaporkan harta tersebut serta penghasilan dan pajak yang harus dibayar," jelasnya.

Ia juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak khawatir karena DJP akan menerapkan PP ini secara profesional dengan mengedepankan semangat rekonsiliasi dan perbaikan kepatuhan pajak sambil tetap menjaga kepercayaan dunia usaha dan iklim investasi.

"Untuk mencegah penyimpangan, DJP menerapkan mekanisme pengawasan internal sesuai aturan yang berlaku dan mengharapkan bantuan masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan PP ini di lapangan," tambah Hestu.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017