... film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI kita harus dudukkan secara proporsional. Kita akui bahwa generasi kita perlu mengetahui sejarah ini. Sejarah mengandung nilai pendidikan...
Jakarta (ANTARA News) - Terlepas dari pro dan kontra soal fakta sejarah, pengkhianatan PKI terjadi pada 30 September 1965 lalu diabadikan dalam film bertajuk Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI dengan sutradara Arifin C Noer. 

Dalam film itu, berbagai kalangan bisa menyaksikan kekejaman anggota PKI pada masyarakat Indonesia. PKI telah menimbulkan keonaran politik dalam negeri dua kali, yaitu pada 1948 dan 1965; bahkan sejak Indonesia masih bernama Hindia Belanda pada 1926.

Sejalan kekuasaan Orde Baru, film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI menjadi film wajib bagi semua anak sekolah. 

Pada masa itu, pendidikan kebangsaan masih ditanamkan erat kepada generasi muda, mulai dari mata pelajaran PMP, PSPB, IPS, sejarah nasional, dan lain-lain. Secara ilustrastif, semua murid sekolah hafal butir-butir Pancasila dan hal-hal lain terkait.

Akan tetapi setelah Orde Baru tumbang, penayangan film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI itu tidak diwajibkan lagi. 

Kini, wacana pemutaran kembali film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI mencuat. Jika memang akhirnya kembali ditayangkan apakah anak-anak perlu menontonnya? 

"Terkait film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI kita harus dudukkan secara proporsional. Kita akui bahwa generasi kita perlu mengetahui sejarah ini. Sejarah mengandung nilai pendidikan," ujar Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, dalam keterangan tertulisnya, Rabu. 

Dia mengakui internalisasi nilai nasionalisme, patriotisme dan rasa ke-Indonesiaan bisa melalui proses pendidikan sejarah. Namun, satu hal yang perlu diingat adalah tingkat kematangan psikologis setiap anak berbeda. 

"Setiap anak memiliki ragam tingkat kematangan psikologis yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, sehingga tingkat respon anak satu dengan yang lainnya terhadap film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI juga berbeda," kata dia. 

Bagi anak-anak yang rentan secara psikologis, adegan sadisme dalam film bisa berdampak negatif. Oleh karenanya, menurut Susanto, orangtua dan guru perlu mendampingi saat anak menonton, lalu menjelaskan konteks kejadian di film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI. 

"Maka, jikapun film tersebut ditonton perlu dipastikan ada pendamping guru dan orang tua yang mumpuni bagaimana menjelaskan konteks kejadian itu, agar kekejaman yang ada tidak imitatif bagi anak," saran Susanto. 

Pewarta: Lia Santosa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017