Erbil (ANTARA News) - Irak melancarkan serangan pada Kamis untuk mengusir ISIS dari Hawija, daerah di barat kota Kirkuk, seperti dilaporkan Reuters.

Serangan tersebut, yang diumumkan Perdana Menteri Haider al-Abadi, terjadi empat hari sebelum referendum kemerdekaan Kurdi, yang dijadwalkan digelar di Irak utara, termasuk Kirkuk.

Abadi menganggap referendum 25 September itu sebagai tindakan melawan konstitusi dan meminta pihak berwenang Kurdi di daerah swatantra itu membatalkannya.

Kirkuk adalah daerah kemelut tempat masyarakat Kurdi menginginkan pemungutan suara kemerdekaan, namun daerah tersebut juga dihuni masyarakat Arab dan Turkmen, yang menentang pemisahan diri dari Irak.

Pasukan Peshmerga Kurdi menguasai Kirkuk setelah tentara Irak mengalami kemunduran ketika melawan ISIS pada 2014, mencegah ladang minyak di kota itu jatuh ke tangan pemberontak.

Pasukan gabungan pimpinan AS memberikan dukungan serangan udara untuk medukung pasukan Irak di Hawija, menurut laporan televisi pemerintah Irak.

Belum jelas apakah rencana otoritas Kurdi mengadakan referendum di Kirkuk akan terpengaruh oleh serangan Irak yang didukung AS di Hawija. Serangan tersebut diperkirakan akan menyebabkan arus keluar pengungsi menuju daerah sekitarnya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa pada minggu lalu mengatakan bahwa hingga 85.000 orang diperkirakan mengungsi dari wilayah Hawija.

Washington pada Rabu mengeluarkan sebuah pernyataan tegas terkait referendum Kurdi.

"Amerika Serikat sangat menentang Referendum kemerdekaan Kurdi di Irak, yang direncanakan akan digelar 25 September," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert.

Kekalifahan, yang dinyatakan ISIS, runtuh pada Juli, ketika pasukan Irak dengan dukungan AS merebut Mosul, ibu kota kelompok tersebut di Irak. Petempur Kurdi Peshmerga ikut dalam perang melawan pemberontak itu.
(Uu.Aulia/KR-AMQ)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017