Jakarta (ANTARA News) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan dampak pencemaran bahan beracun berbahaya (B3) merkuri menjadi ancaman kualitas lingkungan hidup dan kesehatan.

"Hal ini bila dibiarkan berpotensi menimbulkan penurunan kualitas lingkungan hidup dan kesehatan, bahkan dapat mengakibatkan kematian dan hilangnya generasi penerus bangsa ini," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Merkuri atau air raksa adalah unsur kimia berupa logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup karena bersifat toksik, persisten, bioakumulasi dan dapat berpindah antarwilayah maupun antarnegara.

Dampak pencemaran merkuri terhadap kesehatan yang ditimbulkan meliputi tremor, gangguan motorik, gangguan syaraf, pencernaan, kekebalan tubuh, ginjal dan paru-paru, serta iritasi kulit, mata dan saluran pencernaan. Ibu hamil yang terpapar merkuri akan melahirkan anak dengan IQ rendah.

Ia mengatakan di samping itu, dampak lanjut secara sosial-ekonomi meliputi beralihnya mata pencaharian utama, konflik horizontal masyarakat pendatang dengan masyarakat setempat, meningkatnya kriminalitas serta mobilisasi tenaga kerja wanita dan anak di bawah umur.

Menurut dia, di Indonesia, merkuri sebagian besar digunakan pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) untuk proses amalgamasi emas. Selain itu merkuri juga digunakan di sektor industri klor-alkali dan sektor kesehatan (alat kesehatan).

Pengesahan Konvensi Minamata yang baru rapung dilakukan Pemerintah, menurut dia, sudah sejalan dengan amanat Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yang menyebutkan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Selain itu, Siti mengatakan ratifikasi konvensi tersebut bertujuan menjamin masyarakat mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Hal itu sesuai diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Pengesahan Konvensi Minamata, lanjutnya, sekaligus mempertegas arahan Presiden RI pada Rapat Kabinet Terbatas 9 Maret 2017 terkait Penanganan Merkuri pada PESK dalam hal kebijakan dan peraturan perundang-undangan, tata kelola PESK diluar maupun di dalam kawasan hutan, tata niaga pengadaan dan distribusi Merkuri, pengembangan alternatif mata pencaharian bagi para penambang; serta bantuan medis atau kesehatan kepada masyarakat terpapar Merkuri dan untuk secara lebih luas sosialisasi dari aspek kesehatan.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017