Risiko ini harus diantisipasi karena ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh kuat didukung oleh kestabilan kurs rupiah serta laju inflasi yang relatif terkendali
Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Bank Pembangunan Asia (ADB) Emma Allen mengatakan ekonomi Indonesia masih menghadapi sejumlah risiko internal maupun global, meski berpotensi tumbuh kuat pada 2017 dan 2018.

"Masih terdapat sejumlah risiko atas proyeksi ekonomi Indonesia," kata Emma dalam pemaparan di Jakarta, Selasa.

Emma menjelaskan salah satu risiko domestik yang bisa mengganggu kinerja perekonomian untuk tumbuh sesuai potensinya pada 2017 dan 2018 adalah optimalisasi penerimaan pajak.

"Dengan defisit fiskal yang mendekati tiga persen, penerimaan pajak yang tidak tercapai bisa mempengaruhi kinerja belanja pemerintah dan infrastruktur publik, serta target pertumbuhan secara keseluruhan," katanya.

Selain itu, risiko internal lainnya adalah terkait konsistensi dari pelaksanaan reformasi struktural serta pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah yang berlangsung pada 2017 dan 2018.

Sedangkan, risiko global yang dihadapi oleh ekonomi Indonesia pada 2017 dan 2018 antara lain fluktuasi harga komoditas global dan ketidakpastian kebijakan ekonomi di negara-negara maju.

"Ketidakpastian kebijakan ini salah satunya terkait dengan rencana penyesuaian suku bunga The Fed yang bisa menyebabkan capital outflow, namun komunikasi dari The Fed bisa membuat pasar untuk mengantisipasi rencana tersebut," ujar Emma.

Emma menambahkan risiko eksternal lainnya terkait dengan gejolak yang terjadi di pasar finansial internasional dan iklim geopolitik yang terjadi di kawasan Asia.

"Risiko ini harus diantisipasi karena ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh kuat didukung oleh kestabilan kurs rupiah serta laju inflasi yang relatif terkendali," ujarnya.

Dalam publikasi ekonomi terbaru Asian Development Outlook (ADO) 2017, Bank Pembangunan Asia (ADB) memproyeksikan ekonomi Indonesia masih mengalami penguatan dan berpotensi tumbuh sebesar 5,1 persen pada 2017 serta 5,3 persen pada 2018.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 dan 2018 ini didukung oleh kinerja pembangunan infrastruktur publik dan membaiknya iklim investasi swasta yang terus berlanjut.

Publikasi terbaru ini juga memproyeksikan bahwa belanja pemerintah dapat mendukung pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua 2017.

Sementara itu, investasi swasta meningkat secara perlahan selama periode ini, seiring mulai terlihatnya dampak positif dari reformasi kebijakan guna memperbaiki iklim usaha.

Selain itu, keputusan lembaga pemeringkat Standard & Poors untuk menaikkan peringkat Indonesia ke level layak investasi (investment grade) ikut mempercepat arus modal masuk, termasuk investasi swasta.

Kebijakan fiskal juga akan mendukung pertumbuhan melalui realokasi anggaran yang mampu memberikan pagu belanja lebih besar bagi infrastruktur publik, kesehatan dan pendidikan.

Meskipun pemerintah telah mengurangi subsidi energi yang menyebabkan terjadinya kenaikan tarif dasar listrik, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih tetap kuat.

Keyakinan konsumen ini didukung oleh kestabilan kurs rupiah serta proyeksi laju inflasi yang lebih terkendali yaitu sebesar 4,0 persen pada 2017 dan 3,7 persen pada 2018.

Tren penurunan inflasi ini karena adanya upaya pemerintah untuk menjaga harga pangan melalui pengelolaan logistik dan pusat distribusi pangan di daerah-daerah secara lebih baik.

Publikasi ini menyatakan prospek perdagangan Indonesia mengalami ketidakpastian karena tidak meratanya tingkat pemulihan dan pertumbuhan para mitra perdagangan Indonesia serta pelemahan harga komoditas.

Pewarta: Satyagraha
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017