Baghdad/Erbil (ANTARA News) - Pemimpin Kurdi Irak Masoud Barzani mengatakan pada Selasa waktu setempat bahwa warga Kurdi memilih "ya" dalam referendum kemerdekaan meski mendapat tentangan dari pemerintah di Baghdad serta memicu kemarahan negara tetangga dan sekutu mereka Amerika Serikat.

Suku Kurdi, yang memerintah wilayah otonomi di Irak sejak serbuan pimpinan Amerika Serikat pada 2003, yang menggulingkan Saddam Hussein, menggelar referendum pada Senin dalam langkah bersejarah dalam upaya lama bergenerasi-generasi untuk membentuk negara sendiri.

Irak menganggap pemungutan suara itu melanggar hukum, terutama karena diadakan tidak hanya di wilayah Kurdi, namun juga di wilayah sengketa yang dikendalikan Kurdi di daerah lain di Irak utara.

Amerika Serikat, negara besar Eropa dan tetangganya, Turki dan Iran, sangat menentang keputusan untuk menggelar referendum itu, yang mereka anggap merusak keseimbangan kawasan karena pada saat bersamaan semua pihak masih berusaha melawan ISIS.

Dalam pidato yang disiarkan televisi, Barzani mengatakan bahwa suara "ya" telah memenangkan referendum dan dia meminta pemerintah pusat Irak di Baghdad terlibat dalam "pembicaraan serius" dan bukannya mengancam Pemerintah Daerah Kurdi dengan penjatuhan sanksi.

Pemerintah Irak sebelumnya menolak melakukan pembicaraan mengenai kemerdekaan Kurdi dan Turki mengancam akan memberlakukan blokade.

"Kami mungkin akan menghadapi kesulitan namun kami akan bisa mengatasinya," kata Barzani, menyerukan kekuatan dunia untuk "menghormati kehendak jutaan warga Kurdi yang telah memberikan suara" dalam referendum.

Sebelumnya, saluran Televisi Kurdi, Rudaw TV, mengatakan bahwa suara kebanyakan, kemungkinan lebih dari 90 persen, telah memilih "ya". Hasil akhir diperkirakan sudah dapat dipastikan pada Rabu waktu setempat.

Perayaan berlanjut hingga dini hari pada Selasa di Erbil, ibu kota wilayah Kurdi, yang disemarakkan oleh kembang api dan dihiasi dengan kibaran bendera merah-putih-hijau milik Kurdi.

Di negara tetangganya, Iran, ribuan warga Kurdi bergerak untuk mendukung referendum, tentangan ditunjukkan oleh Teheran dengan mengerahkan jet tempur yang terbang di daerah mereka.

Referendum telah memicu kekhawatiran akan timbulnya kemelut baru di kawasan.

Turki, yang telah memerangi pemberontakan Kurdi di dalam wilayah perbatasannya selama beberapa dasawarsa, mengulangi ancaman ekonominya dan pembalasan aksi militer.

Barzani, yang merupakan presiden Pemerintahan Regional Kurdi, mengatakan bahwa hasil pemungutan suara tidak mengikat, namun dimaksudkan untuk memberikan mandat untuk perundingan perdamaian mengenai kemerdekaan Kurdi dengan Baghdad dan negara tetangga lain. (Uu.Aulia/KR-AMQ)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017