Banjarmasin (ANTARA News) - Tokoh Masyarakat Kalimantan Selatan yang juga Mantan Komandan Korem Bone Sulawesi Selatan Kolonel Inf (Purn) Nasib Alamsyah berpendapat, film Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30 S/PKI) bisa menjadi upaya menyadarkan bangsa Indonesia.

Oleh sebab itu jangan persoalkan film G30 S/PKI yang tergolong/bersifat dokumenter tersebut, ujarnya di kediamannya di Banjarbaru (30 kilometer utara Banjarmasin) ketika menjawab Antara Kalimantan Selatan (Kalsel), Sabtu.

Menurut alumnus Akademi Militer Nasional (AMN) tahun 1973 itu, generasi bangsa Indonesia bisa memetik hikmah atau pelajaran dari Film G30 S/PKI tersebut buat menatap masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang lebih baik.

"Yang lebih penting atau utama bagaimana menangkal gerakan bahaya laten komunis, kendati secara yuridis dan formal PKI sudah tak ada lagi di NKRI yang berdasarkan Pancasila," lanjut mantan Ketua DPRD Kalsel periode 2009 - 2014 itu.

Karena itu pula, mantan Kasi Sospol Korem 102/Panju Panjung Kalimantan Tengah (Kalteng) menyambut positif dan mendukung pemutaran kembali atau menjadikan totonan massal terhadap Film G30.S/PKI yang sempat terhenti beberapa tahun lalu.

Menurut laki-laki kelahiran tahun 1948 itu, mereka yang mempersoalkan Film G30. S/PKI karena tidak tahu atau anak cucu orang-orang yang terlibat dan mendapat hukuman pada masa pemerintahan Presiden Soeharto tersebut mau balas dendam.

"Pasalnya mereka yang mempersoalkan Film G30S/PKI rata-rata ketika perstiwa itu terjadi masih belia, bahkan ada yang belum lahir, kecuali mendengar ceritera dari sang ayah atau kakek," demikian Nasib Alamsyah.

Pada kesempatan terpisah, mantan aktivis Pelajar Islam Indonesia dan Himpunan Mahasiswa Islam (PII & HMI), Syamsuddin Hasan memperkirakan, tidak menutup kemungkinan mereka yang getol mengkriminalisasikan orang-orang penentang PKI adalah keturunan dari pelaku G30S/PKI.

"Apalagi anak cucu/keturunan orang-orang yang terlibat G30S/PKI banyak menduduki jabatan politik dan berbagai line, serta tidak menutup kemungkinan ada yang duduk di pemerintahan," lanjut mantan Ketua Umum Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) Cabang Banjarmasin itu.

Menurut dia, dengan kedudukan itu mereka gunakan untuk memutarbalikan fakta sejarah atau mengembalikan Komunisme di Indonesia sebagai pengganti Pancasila menjadi dasar negara. "Pengakuan sebagai Pancasilais sejati mungkin saja sebuah pembohongan publik," lanjutnya.

Oleh sebab itu pula, ia mengatakan, agar semua harus betul-betul waspada, terhadap bahaya laten komunis atau kemunculan kembali PKI dalam gaya baru. "Seperti peribahasa musang berbulu ayam dan serigala berbulu domba," demikian Syamsuddin Hasan.

(T.KR-SKR/M041)

Pewarta: Sukarli
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017